tag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post5866200864745298692..comments2024-03-28T08:10:09.182+07:00Comments on Ren's Little Corner: Opini: Reviewer/Blogger sebagai Penulis dan Sebaliknya, Why Not?Renhttp://www.blogger.com/profile/00586463631307383862noreply@blogger.comBlogger15125tag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-35859687235732516952015-04-15T10:47:36.646+07:002015-04-15T10:47:36.646+07:00Menarik ketika baca komentar Mas Glenn mengenai &q...Menarik ketika baca komentar Mas Glenn mengenai "kode etik review" -- karena aku sih belum pernah dengar istilah itu. Kode etik juga mau dilihat dari sisi mana sih. Karena yang namanya kode etik pasti berbeda-beda tiap komunitas. Sebagai contoh, kode etik jurnalistik saja ada beberapa macam, tergantung organisasi wartawannya. Ada yang dari Persatuan Wartawan, ada yang Aliansi Jurnalis Independen, dll. So tidak ada satu kode etik yang berlaku secara universal. Jadi aku tergelitik membaca komentar ini dan ingin tahu darimana Mas Glenn mendapatkan kode etik tersebut dan apakah boleh aku baca kode etiknya :)<br /><br />Aku juga tergelitik dengan komentar "Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun" -- karena dari sudut pandang ini, pembaca telah menyisihkan waktu dan uang mereka juga untuk membeli karya ini. Di dalam dunia bisnis ada produsen ada konsumen. Ingat lho, tanpa konsumen (dalam hal ini tanpa pembaca) maka karya tersebut juga tidak akan ada artinya. Ada hubungan timbal balik yang erat antara produsen dan konsumen. Jadi posisi yang diambil Mas Glenn itu termasuk merendahkan konsumen...<br /><br />Untuk masalah review berimbang -- well, setiap orang sih punya pendapat/prinsip masing2 ya. Aku sih tidak mau ambil pusing, jujur saja. Sebab aku kalau tulis review/resensi itu terutama untuk diri sendiri dan pembaca lain bukan untuk penulis. Penulis sudah punya lingkaran kritikus (beta reader, critic group) yang bisa memberikan masukan untuk karyanya. Namun kalau kembali pada diri sendiri, aku sih memang selalu berusaha mencari yang 'positif' dari sebuah karya. Minimal sampul bukunya kalau cerita/karakternya benar2 jelek. Atau cara lain? Ya DNF (do-not-finish) saja bukunya, dan tidak dikasih rating. Tapi sekali lagi itu adalah gaya masing2 reviewer. Untuk aku sih, selama si reviewer bisa menyatakan alasan mengapa dia menganggap karya itu negatif ya tidak masalah.Amihttps://www.blogger.com/profile/02213434482789483730noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-22785884573953534142015-04-01T13:27:26.693+07:002015-04-01T13:27:26.693+07:00Boleh ikut komentar kan.
Saya paham maksud bebera...Boleh ikut komentar kan.<br /><br />Saya paham maksud beberapa atau satu komentator di atas yang menyebutkan menyenai 'review berimbang' <br />Tapi begini ya. Terkadang ada karya yang ketika orang tanya. " Yang salah dari karya itu apa sih?" <br />Maka jawaban orang bijak adalah. " Nggak ada yang salah. Soalnya karya tersebut nggak ada benarnya sama sekali" <br /><br />Terkadang baik disadari atau tidak harus diakui jika didunia ini memang ada Karya yang nyari 90%lebih banyak negatifnya dari positif, dan saat seorang reviewers menemukan hal tersebut, faktanya mampukah dia mengungkap sisi positifnya? <br />Di sini saya sekali lagi setuju dengan mbak ren. Apabila si reviewers mampu mengungkapkan alasa kenapa sebuah karya ia nilai negatif hingga rasanya dilirik saja malas, dengan tepat dan logis, saya pikir bukanlah sebuah kesalahan.<br />Contoh soal: Robin hood mencuri demi rakyat jelata. Keren kan? Tapi bukankah namanya mencuri tetaplah salah apapun bentuk dan alasannya? Semoga perumpamaan saya ini sudah tepat. Bila salah mungkin bisa dibenarkan :) <br />Sekilas aja sih komen saya. Sekali lagi ini dari sudut pandang saya yang kebetulan juga seorang blogger dan doyan ngerepiew. Apa aja saya repiew termasuk makanan heheheheh.<br />Met siang met makan<br /> AdiosAnonymoushttps://www.blogger.com/profile/05715565928602228708noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-65696396409527190422015-03-27T23:55:26.100+07:002015-03-27T23:55:26.100+07:00Saya seorang yang percaya karma. Jadi ketika saya ...Saya seorang yang percaya karma. Jadi ketika saya mengritik sebuah buku, saya seberusaha mungkin untuk fokus ke karyanya. Meski ngga bisa 100%, tentunya. Dan ketika menulis kritik sepedas apapun, saya selalu memposisikan diri sebagai penulis, yang mau ngga mau harus siap jika suatu ketika akan ada reviewer lain yang mengkritik karya saya.<br />Sebenernya sih kritik pedas itu nyelekit, awalnya, well setidaknya bagi saya pribadi. Tapi lama kelamaan, saya belajar dari kritik tersebut, bahkan dengan tangan terbuka mengajak si reviewer untuk membantu saya memperbaiki kesalahan apa yang sebaiknya saya perbaiki.<br />Daann...selama ini mereka mau aja kok diajak kerja sama. Jadi menurut sayaa, ya udah sih, kalau ada yang bilang karyamu jelek, kamu bisa membangga banggakannya dalam hati. Setidaknya kan kamu masih dapat royalti. ((Heh)) <br />*balik ke pundak naga bareng Leoalvina vanilahttps://www.blogger.com/profile/14443694786508273666noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-57002726525624916342015-03-27T20:32:36.138+07:002015-03-27T20:32:36.138+07:00Saya bisa nangkap maksudnya Glen yg bilang kalau r...Saya bisa nangkap maksudnya Glen yg bilang kalau review itu harus berimbang antara yang bagus dan nggaknya. Meski review sifatnya subjektif, sebagai reviewer kita juga harus bisa ngasih informasi kepada pembaca bagusnya dan buruknya suatu karya. Sedapat mungkin tidak berpihak. Kalaupun karyanya jelek plus hancur banget menurut kita, setidaknya kita memberikan apresiasi si penulis sudah bisa menerbitkan karyanya. <br /><br />Tapi.... saya nggak sreg juga sih sama kalimat "Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun". Sama kalimat itu saya mo bilang, "hey I'm a reader here not a writer". Bikin review itu juga karya, pake mikir, pake analisis. Well said. <br /><br />Yang ngeselin sih kalau penulisnya defensif habis, dan ga bisa nerima kritikan. Atau tingkah fans yang nyerang reviewer hanya karena nggak mau pujaannya dikritik. destinugrainyhttps://www.blogger.com/profile/04598664024051992321noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-9973568768161564752015-03-27T13:40:42.901+07:002015-03-27T13:40:42.901+07:00Maaf deh kalo ada salah2 pemilihan kata... saya ng...Maaf deh kalo ada salah2 pemilihan kata... saya ngetiknya buru2 soalnya... :)Glen Tripollohttps://www.blogger.com/profile/16275901489896718014noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-56391160963009768422015-03-27T13:39:19.365+07:002015-03-27T13:39:19.365+07:00Maaf, saya kan udah bilang sebelumnya... review ya...Maaf, saya kan udah bilang sebelumnya... review yang baik itu berimbang~<br />Gini contohnya...<br /><br />Misal ada buku A bener2 jelek... dan kamu review segala kejelekannya... it's okay... tapi seenggaknya sisipkan 1 atau 2 kalimat yang melihat sisi positif dari karya tersebut..<br /><br />Contoh:<br />Karya A ini bener-bener nggak bagus dari sisi plot yang mudah banget ketebak. Tapi karakterisasinya cukup mumpuni hingga beberapa bagian.<br /><br />^ just that... udah cukup untuk dikatakan kalo review kamu itu sesuai kode etik...<br /><br />anggap sebuah karya adalah individu, sosok makhluk yang mungkin bisa juga ngerasa tersinggung~ cuma masalah pola pikir sih... :)Glen Tripollohttps://www.blogger.com/profile/16275901489896718014noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-37719110770840371132015-03-27T10:45:09.834+07:002015-03-27T10:45:09.834+07:00Trust me, I've been there :P... kalo dipikir2 ...Trust me, I've been there :P... kalo dipikir2 juga ga usah sampe segitunya ngebela penulis kesayangan sih, hahaha. Kenal juga nggaRenhttps://www.blogger.com/profile/00586463631307383862noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-89975051444581901572015-03-27T10:43:58.061+07:002015-03-27T10:43:58.061+07:00Hehe.. ga ada tanggapan darimu nih? :)Hehe.. ga ada tanggapan darimu nih? :)Renhttps://www.blogger.com/profile/00586463631307383862noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-55881510222670669242015-03-27T10:09:13.964+07:002015-03-27T10:09:13.964+07:00Fans fanatik penulis itu memang rada nganu ya Mbak...Fans fanatik penulis itu memang rada nganu ya Mbak >.< Kadang saking gemesnya pengen ta tabokin >.<Dwi Anantahttps://www.blogger.com/profile/03701593417748781304noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-92175787973312709742015-03-27T10:07:07.528+07:002015-03-27T10:07:07.528+07:00Aku baru tahu kalau kode etik mereview adalah revi...Aku baru tahu kalau kode etik mereview adalah review yang negatif >.<<br />Masalah gini, jika kita memang tidak menyukai suatu buku, gak mungkinkan kita mereviewnya positif?!! Jatuhnya jadi munafik.<br />Dan ia kata-kata Mas Glen itu; "Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun." itu rada nganu. Hasil yang dimaksud adalah tulisan? Mereview pun adalah proses menulis. Jika yang dimaksud Novel, oh ayolah tidak semua orang ingin menulis novel fiksi. Blogger di sini adalah konsumen yang mereview produk yang ia baca, dan jika mereka tidak menyukainya, hak mereka untuk mereviewnya dengan negatif. Apalagi jika buku itu dibeli dengan uang sendiri dan ternyata sampah, buang-buang uang saja. Tapi aku sepakat, jika menemukan positifnya tentu seorang blogger baiknya mengatakannya.Dwi Anantahttps://www.blogger.com/profile/03701593417748781304noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-2630539812469812272015-03-26T15:08:31.445+07:002015-03-26T15:08:31.445+07:00Review negatif itu kan beda sama review yang emang...Review negatif itu kan beda sama review yang emang pada dasarnya punya niat untuk menjatuhkan karya orang. Asal ada point-point yang mendukung reviewnya meskipun jelek semua kalau kata ku sih ngga masalah, dengan begitu kan si penulisnya juga tahu lubang-lubang di karya dia itu di mananya. Lagipula seseorang itu cenderung hanya mengambil pujian dan mengabaikan kritikan, kalau kayak gitu terus kapan mau majunya?<br />Tapi suara Glen yang bilang "boleh kita jelekin suatu karya, tapi tetep harus bisa setidaknya menggali hal positif dari apa yang kita review tersebut." juga ngga bisa dibilang salah. Kalau ada hal bagus yang emang bisa di share kenapa engga?<br />Tapi saya sakit hati juga sih saya sama tulisannya glen yang ini : "Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun,". Saya ngga tahu ya gimana sama kamu Glen, tapi ngga semua orang punya bakat untuk menghasilkan tulisan sepanjang 200 halaman atau lebih atau bahkan punya waktu sama sekali untuk mulai, bisa ngeblog dan bikin review seadanya aja udah bersyukur.Diyahhttps://www.blogger.com/profile/07189963624587194042noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-86318750624632195202015-03-26T15:07:55.943+07:002015-03-26T15:07:55.943+07:00belum apa-apa postnya Mbak Ren sudah memancing per...belum apa-apa postnya Mbak Ren sudah memancing perdebatan yah. *tepuk tangan.Biondyhttps://www.blogger.com/profile/05326951809808013968noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-42498125743340097582015-03-26T14:01:46.042+07:002015-03-26T14:01:46.042+07:00Sepertinya saya telah salah berkomentar di post in...Sepertinya saya telah salah berkomentar di post ini. Thank you~Glen Tripollohttps://www.blogger.com/profile/16275901489896718014noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-22031950162221500112015-03-26T13:59:19.977+07:002015-03-26T13:59:19.977+07:00Sorry, I beg to disagree. Intinya dari kalimatmu d...Sorry, I beg to disagree. Intinya dari kalimatmu disini: "Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun". intinya sebagai pembaca dilarang mereview negatif ya? Riteeee....<br /><br />Intinya sih dirimu ga ngerti point2 yang aku utarakan disini. Masalah review negatif jatuhnya jadi propaganda, tergantung dari kacamata mana dulu. Belum tentu juga orang ngga jadi beli hanya karena review negatif. Contohlah FSoG, review negatifnya kurang banyak kayak gimana, toh bukunya juga tetep larisRenhttps://www.blogger.com/profile/00586463631307383862noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-3396111471288785278.post-64724943465593984162015-03-26T13:52:01.247+07:002015-03-26T13:52:01.247+07:00Review negatif sebetulnya menurut kode etik itu ti...Review negatif sebetulnya menurut kode etik itu tidak baik dalam bidang apapun. Karena review yang baik itu harusnya berimbang antara positif dan negatifnya. Review yang jujur, bukan dibuat-buat. Jadi boleh kita jelekin suatu karya, tapi tetep harus bisa setidaknya menggali hal positif dari apa yang kita review tersebut. Dengan demikian review kita tetep netral, dan menyerahkan seluruh kesimpulan (baik atau buruknya) kepada pembaca review.<br /><br />Karena review itu menurut saya sebagai bentuk apresiasi sebuah karya. Kalau karya tersebut karya komersil, ada baiknya kita hormati dengan memberi review yang berimbang. Jangan sampai menjatuhkan karya, membuat banyak orang terpengaruh dan akhirnya ngga beli karya tersebut. Kesannya jadi kayak propaganda, dan itu tidak baik.<br /><br />So, silahkan review apapun sebebas-bebasnya namun tetep berpegang teguh pada kode etik review~<br />Seburuk-buruk karya masih lebih baik dari sekedar mereka yang cuma bisa membaca tanpa menghasilkan apapun, dan seburuk-buruk kita menjelekkan sesuatu, korbannya pasti hati. Dan kita semua udah tau apa yang bisa dilakukan oleh hati yang terlanjur sakit. :))Glen Tripollohttps://www.blogger.com/profile/16275901489896718014noreply@blogger.com