Pages

Minggu, 10 Februari 2013

Review : Sweet Stuff oleh Donna Kauffman

Judul : Sweet Stuff
Pengarang : Donna Kauffman
Penerbit : Brava
Tebal : 304 halaman
Diterbitkan pertama kali : 31 Januari 2012
Format : e-book (dari Penerbit)
Target : Dewasa
Genre : Romantic Suspense
Seri : Cupcake Club
Buku ke : 2 (dua)
Bahasa : Inggris

Status : Request


Sinopsis

Double Fudge…Toasted Coconut…Key Lime…Strawberry Cream…

Every bite is a mouthful of heaven.

And the women of the Cupcake Club are bringing their appetites …


Riley Brown never imagined she would find her bliss on Georgia’s quiet Sugarberry Island after years of Chicago’s city life. With a new career and fantastic new friends, she’s got it all—except for eligible men. But a gig staging a renovated beach house delivers a delicious treat—six feet of blue-eyed, gorgeous writer as delectable and Southern as pecan pie. Quinn Brannigan has come to Sugarberry to finish his latest novel in peace, and suddenly Riley has a taste for the bad boy author that no amount of mocha latte buttercream or lemon mousse will satisfy …

Riley’s friends are rooting for her to give in to her cravings and spice up her life, but it’s Quinn who needs to learn that life’s menu just might include love, in all its decadent, irresistible flavors…

Review


Sweet Stuff adalah buku nomor 2 dari seri Cupcake Club karangan Donna Kauffman. Menceritakan tentang Riley Brown, seorang fotografer dan stylist makanan untuk majalah yang pindah dari Chicago ke Pulau Sugarberry di Georgia. Disana dia bergabung dengan Cupcake Club yang kegiatannya adalah membuat cupcake tentu saja dan berteman dengan Leilani, pemilik klub, Alva, seorang nenek yang tetap lincah di usianya yang sudah senja, Dre yang hobi berpakaian gothic, Charlotte yang berasal dari Puerto Rico dan Franco seorang gay flamboyan yang hobi bicara dengan bahasa Perancis. Pada suatu hari, saat Riley sedang memperbaiki bungalow penduduk setempat, dia bertemu dengan Quinn Brannigan, seorang penulis best seller yang pergi ke Sugarberry untuk mencari ilham bagi novel terbarunya.

Quinn sendiri mulai tertarik dengan Riley yang menurutnya sangat cantik walau wanita itu merasa dirinya ceroboh. Riley sendiri pergi ke Sugarberry karena masa lalunya yang pahit, dimana tunangannya selama 4 tahun berselingkuh dan menikah dengan mantan pengasuh anjing Riley, Mr Brutus. Riley takut untuk menjalin hubungan dengan pria, dan dengan Quinn yang dianggapnya menarik. Hal ini cukup membuat Quinn dan Riley sempat salah paham dan saling menjauh, walau akhirnya mereka kembali dekat. Dengan bantuan dari sahabatnya di Cupcake Club dan juga Quinn, Riley berusaha kembali menemukan jati dirinya yang sempat hilang. Dan percaya bahwa dirinya juga patut menemukan cinta di diri pria yang dicintainya.

Saya agak merasa bingung saat membaca Sweet Stuff, dikarenakan buku ini adalah buku nomer 2 (dan saya baca ini juga karena request loh). Karenanya, hubungan beberapa tokohnya, terutama para tokoh di Cupcake Club sedikit asing untuk saya. Seperti terasa menyusup ke persahabatan yang sudah lama terjalin. Secara pribadi, saya merasa bahwa buku ini sangat membosankan, terasa datar, serta konfliknya pun kurang tergali dengan dalam. Alur ceritanya terasa sangat lambat, dan saya merasa kalau apa yang dilakukan tokoh – tokohnya hanyalah bicara, bicara dan bicara. Humornya pun beberapa terasa hambar, dan saya tidak merasa terhubung dengan dua karakter utamanya. Menurut saya, sang pengarang terlalu tipikal dalam membuat karakter. Dimana karakter prianya, Quinn sangat sempurna, tinggi, mata biru, dari keturunan Irlandia. Hmm, saya ga ngerti dan sebenarnya penasaran, apa iya cowok Irlandia itu keren2 :)). Riley sendiri ceroboh dan tidak sadar kalau dirinya menarik, hanya karakter prianya yang menganggapnya seperti itu. Hal ini adalah klise dalam novel sejenis, yang sayangnya gagal dieksekusi oleh sang pengarang. 

Inti dari Sweet Stuff sebenarnya adalah pencarian jati diri, dimana untuk buku ini berfokus pada karakter Riley Brown. Sayang, karena terlalu lambat, saya baru bisa terkoneksi dengan cerita menjelang bab – bab terakhir (sekitar bab 17). Pembaca yang tidak sabar, bisa jadi akan berhenti di tengah – tengah. Kurangnya konflik juga membuat buku ini terasa “biasa”. Padahal seharusnya pengarang masih bisa menggali lebih dalam, seperti bagaimana kalau tiba – tiba saja mantan tunangan Riley tiba – tiba datang, sehingga unsur dramanya lebih terasa dan membuat cerita jauh lebih menarik. Cupcake Club disini juga seakan hanya pajangan. Saya menyukai interaksi antara Riley dan sahabat – sahabatnya, dimana mereka juga membantu Riley menemukan kembali kepercayaan dirinya. Tapi saya ingin ada sesuatu yang lebih, mungkin karena dari judulnya yang mengandung kata “cupcake”, saya ingin ada banyak adegan yang melibatkan cupcake disini. Mungkin juga ada resep - resepnya.

Yang unik di Sweet Stuff sendiri adalah tokoh prianya juga unik karena seorang penulis. Disini pengarang memberikan gambaran bahwa menjadi penulis best seller tidaklah mudah. Ada beban dimana mereka harus memberikan karya yang bagus untuk pembaca, sekaligus ketakutan apakah karyanya ini akan sukses. Kita dihadapkan pada dilema Quinn yang ingin keluar dari pakem menulisnya selama ini. Dia adalah penulis novel dengan genre misteri suspense yang lebih fokus pada pembunuhan, pemecahan kasus yang dibumbui dengan percintaan yang panas. Di novel terbarunya, Quinn ingin lebih fokus pada hubungan antara karakternya, dan disinilah peran Riley yang nantinya akan membantu Quinn lepas dari dilemanya. Sayangnya, ngga dijelaskan lebih lanjut lagi tentang proses pembuatan novel Quinn, apakah karya barunya ini diterima pembaca atau tidak.

Pada akhirnya Sweet Stuff tidak "semanis" judulnya. Kurangnya bumbu membuat buku ini jadi berasa hambar buat dibaca. Ngga ada yang istimewa dari Sweet Stuff, bahkan saya malah menggerutu abis - abisan setelah baca ini. Selain bagian pencarian jati diri Riley datang terlambat, hubungannya dengan Quinn pun mulai dengan terlambat. Saya tahu kalau si pengarang pengen agar proses cinta mereka terasa alami. Tapi saya juga ga masalah kalau mereka mengutarakan cinta di awal - awal dan menarik melihat konflik apa yang akan membuat mereka memikirkan ulang perasaan itu dan membuatnya jadi jauh lebih kuat. Pakem hubungan disini memang berbeda, dimana biasanya pasangan kenal dan punya hubungan intim di pertengahan cerita, lalu nantinya punya masalah. Disini adalah kebalikannya. Saya agak merasa aneh aja, mungkin karena belum terbiasa.

Apakah buku ini layak dibaca? Bagi kamu yang pengen bacaan drama yang ga banyak mikir, boleh saja. Tapi kalau ga sabaran kayak saya dan pengen adanya konflik yang lebih dalam, buku ini jelas mengecewakan.

Rating Cerita :


Sensualitas :

Ada adegan ranjang walau tidak eksplisit.

4 komentar:

  1. 'saya ingin ada banyak adegan yang melibatkan cupcake disini.
    Mungkin juga ada resep -
    resepnya'

    mau nyontek resepnya ya kak :D.
    Kenapa gak baca Bliss aja, katanya kue-kue disana lebih yumie dan berkhasiat *jiah.. Obat kalee* lho..

    BalasHapus
  2. intinya, typical harlequin ya, ren.

    Hmm...aku cuma pernah baca Harlequin-nya Donna Kauffman sih, dan emang menurutku dari segi certia dia mah biasa aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih ke cerita pencarian jati diri sebenarnya, cuma yah bikin bete bacanya :(

      Hapus
  3. Wahh, sependapat nih. Sebenarnya judul dan covernya itu menarik banget.Tapi, bener kata Kak Ren, kurangnya konflik jadi bikin novel ini biasa aja.

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D