Pages

Jumat, 28 Februari 2014

Review : The Wedding Officer oleh Anthony Capella

Judul  : The Wedding Officer
Judul Terjemahan: Pejabat Pernikahan
Pengarang : Anthony Capella
Penerjemah : Gita Yuliani K.
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal :  568  halaman
Diterbitkan pertama kali : 2008

Format : Paperback
Target Pembaca: Dewasa

Genre : Historical Fiction
Web Pengarang : Click Here



Sinopsis :


Kapten James Gould yang berumur 22 tahun ditugaskan sebagai Pejabat Pernikahan di Naples pada tahun 1943. Salah satu tugasnya adalah mencegah para tentara Sekutu menikahi gadis-gadis Itali kekasih mereka. Tetapi para gadis di Naples sengaja mengatur agar seorang gadis desa Itali yang cantik dan pintar masak diterima sebagai juru masak untuk Kapten Gould dan stafnya. Dan Kapten Gould yang terpikat oleh pesona si gadis Itali dan masakan-masakan lezatnya mulai menyadari hatinya lebih penting daripada perintah-perintah atasannya...



 Review

L'appetito viene mangiando 
 Selera datangnya karena makanan



Saya suka makan. Oke, semua orang juga suka makan, tapi saya suka mencoba jenis makanan baru, apalagi di Jakarta banyak sekali makanan enak untuk dicoba. Selain wisata kuliner, acara TV yang paling sering saya lihat adalah AFC, alias Asian Food Channel. Suami sih sudah biasa lihat saya dengan cueknya ambil remote control dan menyetel AFC. Dan, saya juga suka baca komik tentang masak - memasak. Anehnya, saya ngga terlalu terampil memasak. Setelah menikahlah, saya baru bisa masak, itu juga yang simpel - simpel. Tapi, tetep saya suka makan! Dan di bulan Februari ini, saya bersama teman - teman BBI mengadakan Baca Bareng dengan tema kuliner.  Saya pun memilih The Wedding Officer, diterjemahkan di sini dengan judul "Pejabat Pernikahan". Sebuah judul yang lumayan tidak nyambung dengan tema kuliner. Tunggu sampai anda membaca sinopsisnya...



Vesuvius 1944
Dengan jumlah halamannya yang 560 halaman lebih, plus tulisan yang kecil - kecil membuat sensasi tebal buku ini semakin terasa. Begitu banyak tema yang diulas oleh Anthony Capella membuat The Wedding Officer terasa kaya. Walau sebenarnya inti cerita buku ini cukup sederhana, yaitu kisah romansa antara Kapten James Gould yang berasal dari Inggris dan Livia Pertini, seorang koki handal yang berasal dari Napoli (atau Naples). Bersetting di era Perang Dunia II, tahun 1944, saat pemerintahan fasis Italia di bawah kendali Mussolini mulai runtuh dan Sekutu menduduki Napoli. Yang kemudian ditambahkan sebuat twist menarik yaitu meledaknya Gunung Vesuvius pada saat itu. Suatu hal yang cukup bikin saya merinding, karena baru saja Gunung Kelud meletus :( .

Tapi tidak lantas The Wedding Officer adalah buku yang cetek, yang isinya cuma kisah romansa James dan Livia. Pembaca mesti sabar, karena kisah mereka berdua baru dimulai di pertengahan cerita. Di awal saya sudah dibuat meneteskan air liur, membaca tentang Livia yang memasak begitu banyak ragam makanan Italia di osteria miliknya, di kampung halamannya Fiscino yang tepat berada di lereng Vesuvius. Bahkan setelah bertemu James dan menjadi koki si Pejabat Pernikahan, akibat tipu muslihat gadis - gadis Napoli yang keki karena ijin menikah mereka tidak disetujui oleh James, tema makanan masih begitu mendominasi. Capella benar - benar memanjakan indera perasa saya, ingin punya sebuah kekuatan ajaib yang bisa mewujudkan semua makanan yang dibuat Livia di buku ini >_<.

apricot
Selain masakan Italia, keadaan negara itu saat perang dan juga kehidupan para tentara, Anthony Capella juga mengutarakan pemikirannya tentang sex (ada pembahasan tentang Kama Sutra, uhuk2 :P) dan wanita, sampai saya merasa kalau Capella ini adalah seorang yang feminis. Saya melihat kalau riset Capella untuk buku ini tidak main - main. Salah satunya adalah fakta kalau James Gould sebenarnya berdasarkan orang nyata, seorang tentara yang berjasa dalam membantu masyarakat pada saat letusan Vesuvius. Sementara masakan - masakan yang dibuat Livia, sepertinya beliau terinspirasi dari buku Sophia Loren, seorang aktris Italia ternama yang menceritakan masa kecilnya yang penuh dengan makanan enak *lap iler lagi*. Dan beberapa tempat di buku ini seperti 'Zi Teresa yang merupakan salah satu restoran di Napoli, tempat Angelo, orang yang bertanggung jawab membuat Livia jadi koki James, ternyata juga beneran ada.

Makanan Italia, rupanya juga punya banyak filosofi, contohnya seperti yang saya kutip di bawah ini : 

# ce vonno quatt'uommene pe' fa' na bbona'nslata ; uno che spenne pe'la varieta, uno che e sagge pe' l'uoglio, 'n'avarope'l'aceto e nu pazze pe'larrevota : Butuh empat orang untuk membuat selada ; orang gila, sarjana, orang pelit dan pemboros. 
Bingung? maksudnya disini, dalam membuat selada, bahan- bahannya perlu digoyang keras - keras dalam wadah (orang gila), tapi garam perlu ditakar dengan seksama (sarjana) tambahkan cuka hanya beberapa tetes (orang pelit) dan terakhir tuang minyak yang banyak, karena sayang kalau dihemat (pemboros)

# cci voli furtuna sinu a lu stissu frijiri l'ova : butuh keberuntungan dan nasib baik hanya untuk menggoreng telur . Saya mengamini ini, karena memang menggoreng telur dalam bentuk yang bagus (mata sapi) dan sempurna (untuk dadar) sulitnya itu, minta ampun! >.<

Burrata
Lalu beberapa tahayul dalam masyarakat Napoli, seperti ne di venere, ne di marte, non si sposa, non si parte, non si da principio all'arte , yang artinya jangan kawin, bepergian atau melakukan usaha baru pada hari Selasa dan Jum'at. Lalu ada kepercayaan kalau membawa besi bisa menghilangkan sial. Info - info kecil ini yang membuat saya tersenyum. Ternyata toh masyarakat Eropa juga ngga ada bedanya sama kita :D. 

Dan.. siapa yang mengira kalau masakan bisa jadi sex education yang baik? Terutama saat Livia "ngajarin" James yang bener - bener polos masalah wanita, via masakan - masakan yang dia bikin. Salah satunya adalah dengan analogi siput dan kacang polong. Ah, saya ngga mau cerita. Yang jelas saya ngikik - ngikik ngga jelas saat baca adegan mereka berdua X)).


Bagi saya, buku ini sedikit banyak mengingatkan saya pada keluarga di Malang, terutama Mama saya. Mama sama seperti Livia, begitu ahli dalam memasak, dan masakannya juga enak - enak. Ada adegan di The Wedding Officer yang begitu mengingatkan saya pada Mama :

Sesudah Livia memasak melanzane farcite, James menemukan catatan tertulis di belakang buletin Kantor Militer. Tulisan yang banyak bernoda minyak dan bawang, berbunyi sebagai berikut :

Terong - beberapa
Tomat - dua kali jumlah terong
Minyak - q b
Bawang - 1 atau lebih, tergantung besarnya
Amandel - q b
Remah roti - q b

"Apa ini", tanya James.
Livia kelihatan heran. "Itu resepnya, seperti yang kau minta."
"Livia ini daftar."
"Apa beda?"
"Nah, apa artinya q b?"
"Quanto basta. Secukupnya"
James menyerah, dan hari berikutnya timbangan sudah lenyap dari dapur

Kejadian di atas sebenarnya sama dengan apa yang baru saja saya obrolkan sama Mama beberapa hari yang lalu di telepon, saat saya menanyai beliau apa bumbu untuk masak ikan goreng tepung (ini serius :P). Mama saya menjawab "kalau ikannya segitu, bumbunya bawang putih 3 atau 4 siung, tergantung besarnya. Terus kunyit satu ruas jari ditambah garam dan kemiri secukupnya. Jangan sampai keasinan ya ikannya".  Yah, beginilah kalau kita nanya pada orang yang baginya, memasak sudah jadi bagian dari hidup. Apa - apa dibilang secukupnya X) . 

Saya pun jadi tersadar, Mama saya dulu sering bilang "Kamu kenapa sih ngga mau ngelihat kalau Mama masak? Masih gampangan masak lho, daripada pelajaran matematika".  Mama saya mungkin tidak sadar kalau otak saya yang praktis ini jelas kesulitan mengikutinya. Karena, repot kalau kita ngajarin orang sesuatu yang kita tahu secara alamiah, hanya berdasarkan intuisi. Tapi karena saya anak baik, jadi saya ya angguk - angguk aja :P.  Walau begitu, masakan Mama sangat enak. Mau gimanapun saya niru masakan beliau, rasanya selalu tidak akan pernah sama, selalu enak buatan Mama saya. The Wedding Officer mau ngga mau membuat saya jadi kangen sama Mama. Kangen dengan masakannya yang walau sederhana tapi beraneka ragam. Saya bahkan malas makan di warteg atau rumah makan yang menyediakan masakan rumahan. Bahkan kalau suami saya masak, saya selalu enggan buat mencobanya. Bukannya tidak hormat, tapi bagi saya, masakan paling enak di dunia itu ya masakan Mama dan ngga ada yang bisa mengalahkannya :') .

Limoncello
Ah, saya jadi curcol lagi ^^; ....

The Wedding Officer bisa saja menjadi Top Read tahun ini bagi saya, kalau saja menjelang akhir Capella tidak menambahkan hal - hal yang menurut saya sih ngga perlu. Mungkin supaya cinta James dan Livia berasa lebih epik lagi, di akhir malah dibuat mereka yang dipisahkan oleh perang , yang Livia harus jadi martir untuk keluarganya, dan lain - lain. Perubahan Livia juga saya rasa terlalu drastis di akhir - akhir, dari yang awalnya fokus dengan masakan dan tidak peduli dengan perang, mendadak seperti mendapat pencerahan dalam masalah ideologi. Yang saya suka sih perkembangan karakter James, dari idealis menjadi realistis, polos menjadi tangguh, taat peraturan menjadi mengikuti apa yang kata hatinya bicarakan, semuanya terasa alami dan masuk akal. Walau begitu, saya suka kok sama kisah romansa James dan Livia. Mungkin karena saya lelah baca kisah cinta yang serba terburu - buru dan hanya terjadi dalam satu malam saja :)).

Untuk masalah terjemahan, syukurlah ini terjemahannya enak dibaca. Dan juga minim typo. Bikin saya mikir, kenapa ibu Gita Yuliani terjemahannya agak jelek waktu di buku A Body To Die For karya Kate White. Sayang sih beberapa kata - kata dalam bahasa Italia ngga diterjemahkan disini. Padahal saya penasaran juga apa arti bahasa yang (menurut saya) sangat eksotis ini (alias susah dilafalkan :P)


Saya sangat berterimakasih sama Mbak Threez (Threez's Stack) yang sudah memberikan buku The Wedding Officer ini :). Apalagi bukunya juga sudah langka banget ya. Saya sangat merekomendasikan The Wedding Officer, karena selain bikin ngiler, kisah romansanya cocok buat kamu yang ingin bacaan romantis tapi dengan kadar yang sewajarnya dan tidak terburu - buru. Sekalian juga belajar bahasa Italia juga dari istilah - istilah yang ada di buku ini :D, yah siapa tahu jadi pengen ke Italia buat berburu masakan lezat disana.

Trivia

Beberapa quote favorite saya dari The Wedding Officer ...


Panza cuntenti, cori elementi; panza dijuna, nenti priduna 
perut kenyang, hati mudah memaafkan ; tetapi perut lapar tidak bakal memaafkan siapapun


...orang tidak bisa memilih dimana dia lahir. Tetapi dia bisa memilih dimana dia menghabiskan hidupnya...


Beberapa edisi kaver The Wedding Officer..




Yang mana yang kalian suka? :D (saya sih suka yang sebelah kiri, hehehe)

Masakan - masakan enak yang dibuat Livia (dan James) di buku ini (plus resepnya):


Fettucini al limone - Fettucini dengan Saus Lemon


Pomodori Ripieni con Formaggio Caprino ed erba Cipollina - Tomat dengan Keju richotta dan daun bawang


Mellanzane alla Parmigiana - Terong Panggang dengan Keju Parmesan dan Tomat

Karena di buku ini Livia banyak menggunakan keju Mozarella, bagi yang ingin membuat sendiri, silakan ke link ini yah : Cara Membuat Keju Mozarella

Urutan penyajian masakan Italia :


Antipasto : Makanan pembuka
Primo : First course, biasanya disajikan pasta, soup, risotto
Secondo: Second course. Hidangan utama yang biasa mengandung daging atau ikan
Formagio e frutta : keju dan buah.
Dolce : Dessert, seperti Tiramisu dan yang manis - manis
Caffee : Kopi

Hebatnya, walau makanannya full course begitu, orang Italia (kelihatannya) jarang yang gendut :V

Note : Kalau pernah baca komik Bambino, pasti ngeh deh :D. Dan bahwa orang Italia itu selalu memasak berdasarkan bahan yang mereka temui di pasar , sehingga masakan mereka jadi beragam dan ngga saklek.

 Story & Sensuality Rate

Rating saya untuk The Wedding Officer ini adalah





khusus kali ini, saya memakai  fettucini carbonara kesukaan saya yang enak :9

Untuk kadar sensualitasnya :



 karena walau tidak eksplisit, tapi cukup seduktif adegan - adegan olahraga tempat tidur di buku ini ;)


22 komentar:

  1. Wuih....reviewmu lengkap banget.
    Saya juga suka dengan buku ini karena dialognya yang lucu.
    Kalo baca cerita mama-mu yang ngajarin masak kayak gitu, sama aja dengan mamaku. Semuanya serba dikira-kira. Laaahhh... maunya kan ditakar dengan saksama kayak sarjana bikin selada itu :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak :). Maunya masak itu berdasarkan resep sih. Kayaknya pemikiran wanita jaman sekarang sama jaman ibuku dulu beda banget :)) #atauinisihakuajakali X))

      Hapus
  2. Laperrr... Pengen baca buku ini. Terpikat ama Capella.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi pinjem buku yang ini kah Mbak Yuska?

      Hapus
  3. Lengkap banget, Ren :)

    Jadi pingin makan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah dikasih The Wedding Officer ya Mbak Treez ^^

      Hapus
  4. hahaha sama banget reeen, review kita penuh dengan foto2 makanan.. asli ya capella tuh jago banget mendeskripsikan masakan itali. dan baru nyadar banget kalau masakan itali tuh rata2 bumbunya sederhana banget, dan sangat menyehatkan karena terdiri dari banyak sayur, rempah dan minyak zaitun :) aku juga setuju dengan pendapatmu yg bilang kalau klimaks di bagian akhirnya rada lebay. menurutku rada nggak pas sama keseluruhan tone buku ini yg sebenernya udah enak dibaca :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ga lengkap mereview buku kuliner kalau ngga ada foto - foto makanan Mbak Astrid :)

      Iya, aku juga kagum dengan keahlian Livia memasak, apalagi di jaman perang masih bisa masak enak tanpa pakai daging sama sekali :D

      Hapus
  5. The 2nd book of capella's that I have read..
    udah lamaaaa bgt sy bacanya ren, dan masih terus terpesona dng gaya bahasa dan tutiur cerita Capella

    Dini aka Deendeen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah, dulu kok aku ga dikenalkan ma buku ini Ma'Deen? Padahal kayaknya banyak hal "menarik" yang bisa dibahas dari novelnya Capella X))

      Hapus
  6. cci voli furtuna sinu a lu stissu frijiri l'ova -> aduh, aduh.. ini ngena banget, susah bikin telor
    Oma aku juga, kalau ditanya resep sama kayak Ibu-nya Kak Ren, ditanya seberapa jawabannya,"dirasa-rasa aja.." hadehh xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Chei, susah goreng telur itu :). Padahal kayaknya gampang ya

      Hapus
  7. Ya ampun Ren, reviu-mu bikin ngiler. :D
    Eh tampilan blognya baru ya. Baguuus.
    Headernya juga kece badai. >.<b

    BalasHapus
  8. Wah, kayaknya bagus. Bahasa asli novelnya apa, mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Novelnya pakai bahasa Inggris kok :). Cuma beberapa percakapan dalam bahasa Italia disini dibiarkan apa adanya, jadi cukup penasaran juga sama artinya

      Hapus
  9. liat reviewnya jadi lapaaaaaaarrrr..... slruuup... :D

    BalasHapus
  10. Ya Ampun mbak Ren,gambar nya bikin ngiler ..

    BalasHapus
  11. Uwowww...reviewnya paket komplit banget, jadi penasaran ama isi bukunya ;)

    @lucktygs
    http://luckty.wordpress.com/2014/02/27/review-macaroon-love/

    BalasHapus
  12. Aku jadi pengen makan pasta abis baca reviewnya Ren... Btw, aku pinjem dong bukunya. Penasaran pengen baca juga...

    Eng... baru liat ada gelas champagne disitu. Uuuummm... itu gelas gak disalahgunakan kan ren?? #eh

    BalasHapus
  13. Gileeeee.... Lwengkap banget reviewmu, Ren. Gambarnya bikin ngiler, kecuali gambar gunung meletus hahaha...

    BalasHapus
  14. Menyimak kisah orang yg dekat karena makanan itu emang romantis yaaa, ahahaaa..

    Btw aku juga sama, dulu waktu masih serumah sm ortu sama sekali gak tertarik ke dapur. Baru setelah ngekos sendiri, suka nyoba2 masak, dan ya itu, belajar masaknya via telfon ke ibu :P

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D