Pages

Senin, 18 Januari 2016

Review: The School for Good and Evil oleh Soman Chainani


Judul: The School for Good and Evil
Judul Terjemahan: Sekolah Kebaikan dan Kejahatan 

Pengarang: Soman Chainani
Penerjemah:Kartika Sofyan
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Bhuana Sastra

Tebal : 580 halaman
Diterbitkan pertama kali :  2014

Format : e-book
Target : Remaja

Genre : Fantasy
Series: The School for Good and Evil buku ke-1
Author's Web: Click Here
Beli di :  Bukabuku


Sinopsis :

Tahun ini, Sophie dan Agatha digadang-gadang menjadi murid Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang legendaris, tempat anak-anak laki-laki dan perempuan dididik menjadi pahlawan dan penjahat dalam dongeng. Dengan gaun pink, sepatu kaca, dan ketaatannya pada kebajikan, Sophie sangat yakin akan menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan sebagai putri dalam dongeng. Sementara itu, Agatha, dengan rok terusan warna hitam yang tak berlekuk, kucing peliharaan yang nakal, dan kebenciannya pada hampir semua orang, tampak wajar dan alami untuk menjadi murid Sekolah Kejahatan.

Namun ketika kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari Kutukan Kematian; sementara Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk pertama untuk mengungkap diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?

Sekolah Kebaikan dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang menakjubkan, di mana satu-satunya jalan keluar dari dongeng adalah... bertahan hidup. Di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah pilihan.


 Review

"Di hutan purbakala
Berdirilah Sekolah Kebaikan dan Kejahatan
Dua menara bagai kepala kembar
Satu untuk yang tulus
Satu untuk yang keji
Sia - sia mencoba kabur
Satu - satunya jalan keluar adalah
Melalui dongeng..."

Fyuuuh, setelah sekian lama tidak mereview di blog, akhirnya ada juga 1 buku yang bisa saya review. Terharu rasanya X)). Saya mesti berterimakasih pada aplikasi I-Jakarta atau disingkat I-Jak yang dikeluarkan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Jakarta dengan memberikan kemudahan untuk user meminjam buku di perpustakaan digital mereka. It's such a big deal, apalagi buat mereka yang berada di luar pulau Jawa dan sering susah mengakses buku di wilayahnya. Karena  batas peminjaman buku di I-Jak hanya tiga hari, mau ngga mau saya mesti ngebut bacanya :P. Kalau bukunya jelek, ya saya ga usah lanjutin dan tinggal balikin aja. Tapi, kalau kayak The School for Good and Evil yang ternyata melebihi ekspektasi saya, ya begadang sampai malam pun dijabanin :D.

Apakah The School for Good and Evil (TSGE) hanyalah satu dari novel anak - anak atau remaja biasa? Atau idenya tentang dongeng itu sebenarnya basi?

No my dear, because in this fairy tale, you can achieve your happy ending or die trying!!



Jahat menyerang, Baik mempertahankan diri
Jahat menghukum, Baik memaafkan
Jahat menyakiti, Baik menolong
Jahat merampas, Baik memberi
Jahat membenci, Baik mencintai

TSGE adalah kisah dua anak perempuan, Sophie yang cantik jelita dan Agatha yang muram. Sang pengarang, Soman Chainani sudah menulis mereka dalam archetype yang sudah biasa ada dalam dongeng. Sophie yang bagaikan putri sudah pasti pihak yang Baik, sementara Agatha yang menyeramkan itu Jahat. Tapi tunggu dulu, kalau kayak gitu kan udah biasa! Maka, Chainani pun menukar keduanya. Sophie yang sangat ingin masuk Sekolah Kebaikan malah masuk ke Sekolah Kejahatan, sementara Agatha justru menggantikan tempatnya!

Apa ini kekeliruan? Apa ini tipu daya? Awalnya terlihat seperti begitu. Sophie begitu putus asa ingin menjadi Baik, membuktikan dirinya pantas masuk ke Sekolah Kebaikan, menjadi putri dan mendapatkan Pangerannya, Tedros sang Putra Raja Arthur. Lain dengan Agatha. Cewek ini menyadari kalau dirinya dan Sophie dalam bahaya besar, karena mereka adalah Pembaca, orang luar yang masuk ke dalam Sekolah, sementara teman mereka yang lain memang penghuni negeri dongeng. Jika Sophie atau Agatha berada dalam peringkat paling rendah, maka mereka akan menjadi binatang, tumbuhan atau paling parah mati. Maka Agatha berusaha keras agar dia dan Sophie bisa keluar dari Sekolah dan pulang ke kampung halaman mereka, Galvadon. Untuk itu mereka berusaha mencari Sang Guru, orang yang bertanggung jawab atas keberadaan mereka di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan.

Tapi, Sophie tetap bersikeras. Dirinya merasa kalau dia memang sudah terlahir menjadi putri. Parahnya, semakin keras Sophie berusaha, dirinya semakin menjadi Jahat. Sementara Agatha justru menyadari bahwa di balik penampilannya yang muram, ada sesuatu yang membuatnya kenapa dia dimasukkan ke Sekolah Kebaikan. Bisakah Sophie dan Agatha melewati hari - hari mereka di Sekolah? Apa Sophie dan Agatha memang sebenarnya  hanya salah tempat? Yang terpenting, bisakah mereka pulang dengan selamat ke Galvadon? Jawabnya hanya ada di The School for Good and Evil!


"...yang penting bukan siapa diri kita, Sophie. Tetapi apa yang kita lakukan"

Saya tidak menyangka, untuk ukuran novel anak-anak atau remaja, TSGE sukses membuat saya melek semalaman. Sukses membuat saya membalik (atau menggeser, karena ini versi e-book :P) halaman - halamannya. Beberapa bagian mengingatkan saya pada Harry Potter. Duh, TSGE ini seperti jika Hans Christian Andersen, Grimm Brothers dan Charles Perault mendadak ingin membuat Hogwarts versi mereka dan voila, jadilah Sekolah Kebaikan dan Kejahatan untuk para calon siswa yang ingin mendapat dongeng mereka. Ada kelas - kelas, ada pelajaran - pelajaran unik, seperti Kelas Rias untuk Sekolah Kebaikan atau Uglifikasi untuk Sekolah Kejahatan. Bukan lantas dua sekolah ini benar - benar terpisah, karena ada saat dimana siswa Sekolah Kebaikan yang disebut siswa Ever dan siswa Sekolah Kejahatan yang disebut Never juga berbaur untuk kelas tertentu atau event - event spesial. Tentu saja bisa ditebak, kedua pihak akan saling berkelahi, membuktikan mana yang paling unggul. Apalagi siswa Never yang sangat ingin mengalahkan siswa Ever dalam Uji Dongeng yang legendaris, dimana Kebaikan selalu menang dan mereka dipermalukan karenanya.

Begitu banyak twist yang disajikan oleh Soman Chainani di setiap babnya dan begitu lihainya beliau dalam menggarap karakterisasi Sophie dan Agatha. Sophie selalu menganggap dirinya Baik, Baik dan Baik, buktinya dia membantu nenek yang kesusahan, melakukan banyak kebaikan dan juga mau berteman dengan Agatha yang dijauhi banyak orang. Tapi, apa definisi Baik menurut Sophie itu adalah definisi yang sesungguhnya? Karena saya bisa melihat jika kebaikan Sophie adalah kebaikan penuh pamrih. Sophie tidak tulus, padahal salah satu aspek Sekolah Kebaikan adalah Charity, tapi Sophie sangat egois. Sepanjang buku, yang dipikirkannya hanyalah dirinya sendiri, kenapa dirinya tidak masuk ke Sekolah Kebaikan padahal dia sudah berusaha untuk itu lewat penampilan bak putri. Kenapa Tedros selalu salah memilih antara dia dan Agatha. Sungguh Chainani sukses membuat Sophie sangat menyebalkan sampai saya ingin menggamparnya bolak balik. Dan Chainani juga sangat brilian dalam menggambarkan perubahan diri Sophie, sampai saya menganggap TSGE ini sebenarnya tentang Sophie.


"Kecantikan hanya bisa menutupi kebenaran untuk sementara waktu, Agatha"


Tapi, tidak lantas Agatha menjadi dalam bayangan Sophie. Saya bisa melihat kenapa Agatha masuk sekolah Kebaikan. Di balik penampilannya yang bak penyihir, Agatha sangat menyayangi Sophie yang merupakan teman pertama dan juga (mungkin) terakhirnya. Agatha bahkan tidak tertarik pada Tedros awalnya, dan mati - matian berusaha menjodohkan Tedros dan Sophie karena hanya dengan membuat Tedros memilih Sophie menjadi Putrinya dan mendapat ciuman sejati, maka mereka bisa pulang. Saya bisa melihat betapa besarnya hati Agatha, betapa baiknya anak ini karena dia benar - benar memikirkan tidak hanya dirinya, tapi juga Sophie. Perkembangan karakter Agatha juga masuk akal dan membuat saya begitu bersimpati dengannya. Walau tentu saja, porsi untuk Sophie masih lebih banyak dari Agatha, namun pada akhirnya kedua anak ini saling melengkapi

TSGE memuat pertanyaan yang sangat fundamental. Apa itu Baik? Apa itu Jahat? Apakah yang berparas manis, berlaku santun bisa dibilang Baik? Apa mereka yang terlihat muram, jelek dan menakutkan itu Jahat? Chainani mengobrak - abrik trope yang sudah sering dipakai dalam cerita anak - anak, memberinya banyak twist yang tidak terduga. Dia juga seakan menyindir dongeng - dongeng yang ada, bahwa perbedaan antara baik dan jahat terlalu hitam dan putih. Padahal, dalam kenyataannya selalu ada orang yang kelihatannya santun ternyata berhati bak ular berbisa, ada juga yang sangat jelek tapi perbuatannya menjadi inspirasi banyak orang. Chainani ingin pembacanya untuk tidak selalu mengasumsikan bahwa yang Baik itu akan 100 % baik dan yang jahat akan sama, karena tidak ada yang benar - benar baik atau jahat. Chainani juga menulis, bahwa Baik atau Jahat tidak bisa dilihat dari permukaan. Baik Jahatnya seseorang, dilihat dari perilakunya, dari hatinya, dari hubungannya dengan orang lain.

Begitu banyak underlying message dalam TSGE, meskipun ini buku untuk remaja, buku ini juga sangat bisa dinikmati oleh orang dewasa. Untuk yang masih remaja, bisa membaca buku ini dengan dampingan orangtua dan tentunya berdiskusi tentang isinya. Karena sungguh, saya merasa TSGE termasuk yang underrated di Indonesia dan saya merasa buku ini bagus untuk dibaca siapa saja. Terjemahannya sendiri enak dibaca, walau sayangnya masih banyak typo, inkonsistensi dalam penggunaan istilah terjemahan dan juga perpindahan adegan yang kurang mulus. Namun, masih tetap enak dibaca sih :D. Oh, ya ada ilustrasi - ilustrasi juga di dalamnya yang membuat ceritanya makin kaya :).

No, I will not say that The School for Good and Evil itu rip offnya Harry Potter, tapi emang buku ini mendadak bikin saya jadi pengen baca Harry Potter lagi deh. Kabar baiknya, TSGE mau dibikin filmnya! Soman Chainani sendiri adalah seorang pembuat film, sehingga tidak heran membaca buku ini rasanya seperti melihat film dan saya yakin di tangan sutradara yang tepat, filmnya akan megah dan bikin nostalgia.

Nah, tunggu apalagi? The School for Good and Evil sangat saya rekomendasikan untuk dibaca. Lanjutannya, yaitu Dunia Tanpa Pangeran (World Without Princes) sudah diterjemahkan oleh Bhuana Sastra dan saya berharap akan diterbitkan sampai selesai (oh ya, semoga Dunia Tanpa Pangeran juga nantinya tersedia di I-Jak :P) . Karena saya ingin mengikuti petualangan Agatha dan Sophie selanjutnya.

 


"Siapa yang butuh pangeran dalam dongeng kita?"



Story  Rate

Rating untuk The School for Good and Evil ini adalah:

8 komentar:

  1. Wah! Ini juga masuk salah satu TBRku tahun ini loh! And yes... TSGE 2: Dunia Tanpa Pangeran sudah ada di aplikasi i-Jak ^^

    BalasHapus
  2. sudah baca yang kedua belum?

    BalasHapus
  3. Adakah yang tau buku Ke 4 bisa beli dimana...?
    Aku sudah baca buku 1, 2 & 3
    Mau beli yang 4 tapi susah nyarinya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang ke-4 sepertinya belum diterjemahkan.

      Hapus
    2. Sekarang juga belum ada kah? Sudah lama ini aku tunggu.. :"))

      Hapus
  4. Beli buku semua series yg udh diterjemahin dimana ya? Kok aku cari gk ketemu ketemušŸ˜­

    BalasHapus
  5. Movie-nya sudah nampang mulu nih Netflix.

    Pertama dikira akan dibuat seri ternyata muvie, hmmm.
    Tapi saya masih ragu buat menonton *plak

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D