Sudah lama nih saya ngga posting rubrik Opini. Dimana kadang untuk tema yang mau saya sampaikan sudah terkaver dengan feature Random Thought :). Tema kali ini untuk rubrik Opini adalah... seperti yang sudah jelas di judul artikel ini ya, yaitu "sexy, naughty, and bitchy love rival". Yah, cliche atau trope ini paling sering kita jumpai di novel romance, walau tidak menutup kemungkinan di genre lain juga ada (misal di novel mistery, bisa jadi orang yang dituduh jadi pembunuh misalnya :P). Suatu aspek yang sering bikin saya keki setengah mati.
Saya heran.. kenapa sih kalau ada aspek rival dalam memperebutkan cinta seorang pria di novel romance, selalu rivalnya itu digambarkan yang :
- Penampilan seringnya sexy abis
- Kelakuannya bikin tokoh utama cewek merasa tidak nyaman, alias kadang kayak cewek nakal
- Biasanya kemampuan ekonominya lebih tinggi dari tokoh utama cewek
- Punya masa lalu dengan tokoh utama pria, yang sering bikin tokoh utama cewek minder
- Pokoknya di mata tokoh cewek (dan juga pembaca) ini tokoh rival ngga ada bagus - bagusnya. Kalaupun ada, cuma sedikit sekali.
Terus gimana kalau tokoh rival cowok dalam memperbutkan cinta seorang cewek? Well, biasanya sih sifat dan penampilannya kebalikan dari tokoh utama cowok, entah itu yang pemberontak lah, black sheep dalam keluarga lah. Tapiiii.. pernahkan pembaca sadari, walau sifatnya bertolak belakang dengan tokoh utama cowok, adakah kita benci sama rival cowok yang satu ini? Ngga, dong. Buktinya sampai ada "Team tokoh A", "Team tokoh B". Kita justru kesenengan ada dua (atau lebih) cowok ganteng ngerebutin satu cewek. Kalau rival cewek? Kita kebanyakan akan bilang "duh benci banget deh sama nih si tokoh cewek. Kegatelan, sok cantik, bla bla bla".
Saya merasakan hal ini, kebanyakan ada di novel romance karya penulis Indonesia. Saya tidak tahu apakah ini kebetulan, atau apakah novel romance Indonesia memang ada keharusan membuat "rival cewek yang ngebetein banget". Mulai dari Mahogany Hills, A Very Yuppy Wedding, bahkan sampai Runaway Ran (yang memang saya baca tahun ini), selalu ada aspek "rival cewek super annoying". Entah itu tokohnya cuma jadi pajangan atau ada terus sepanjang buku. Sepertinya kurang afdol jika tidak ada tokoh seperti ini. Kurang dramatis. BTW, sebenarnya di novel karangan penulis luar negeri juga ada kok cliche ini. Bahkan saya sadar di In Death series, kalau semua mantan Roarke itu cantik - cantik beudh, plus beberapa diantaranya juga bitchy abis. Cuma lama - lama cliche ini ditinggalkan, karena masa ya masalahnya itu - itu aja. Sepele banget. Di novel hisrom, juga ada loh. Saya masih ingat novel When Love Awaitsnya Johanna Lindsey, yang tokoh utama cewek sampai tinggal dengan kekasih gelap suaminya. Ck, ck, ck.
Saya akui, kadang saya capek membaca cliche seperti itu. Saya pernah bahas di opini Cinta Segitiga (dalam Novel), bahwa kadang saya juga ingin membaca tokoh cewek sebagai rival, tapi yang tidak bitchy, slutty, sexy dan naughty, atau yang serba lebih dari si tokoh utama. So far sih, saya cuma nemuin ini di Lords of the Ring, di dalam diri Eowyn, yang secara ngga langsung adalah love rivalnya Arwen untuk Aragorn. Saya sama sekali ngga nemu karakter bitchy di Eowyn, sebaliknya dia adalah cewe yang tangguh. Bahkan saat bertatap muka dengan Arwen pun, dia malah hormat (di filmnya yah). Jadi, kenapa tidak dibuat tokoh rival cewek di novel romance itu juga yang sama kuatnya dengan tokoh utama? Tidak harus sexy, walau sama - sama ingin merebut perhatian tokoh cowok, tapi mereka bisa bersaing dengan sehat gitu? Atau cuma saya aja mungkin ya, yang mikir kayak begini. Karena saya lihatnya itu, mayoritas pembaca, terutama cewek, menginginkan adanya drama atau cerita yang seru. Makanya rival cewek itu kadang harus yang kelakuannya "ngga banget". :|
Well, bagaimana dengan pendapat pembaca? Apakah kalian terganggu dengan cliche "rival cewek yang bitchy dan sexy" atau malah biasa - biasa aja? Menurut kalian kenapa ya ada cliche seperti ini?
Satu pengkomentar dengan opininya yang paling keren, akan saya kasih hadiah voucher belanja buku di toko buku online pilihan sebesar 75000. Jadi, setelah komen, jangan lupa tinggalkan email kamu ya :). Plus, silakan share juga giveaway ini di sosial media :D. Oh ya, para cowok juga boleh komentar dan beropini kok, misal kalian juga merasa kalau di novel yang kalian baca, kalian mikir kenapa rival cowoknya kok yang "lebih" dari tokoh utama. Yuk, saya tunggu opini kalian. Giveaway ini dibuka sampai tanggal 30 November 2013, dan merupakan bagian dari Second Blogoversary Bash. Jangan lupa mengecek master post, untuk ikutan giveaway yang lama - lama ^_^
Aku sih ngeliatnya gini: novel romance kebanyakan diceritakan dari sudut pandang tokoh utama yang berjenis kelamin cewek. Jadi, ketika ngomongin rival cewek yang notabene adalah rival si tokoh utama, jelas dong diceritainnya yang jelek2 (padahal aslinya belum tentu sifat tuh orang sejelek itu) karena kan merupakan ancaman buat si tokoh utama. Tapi kalo rival tokoh utama cowok, yaaa diceritainnya bagus2 karena dinilai sebagai alternatif buat si tokoh utama cewek tadi selain si tokoh utama cowok. Hehe.
BalasHapusKalo dibilang ngebosenin yaa... emang. Tapi sama kaya kisah romance sendiri, tema pasaran, tapi kalo diolah dengan tepat bisa tetap dinikmati.
Contoh tokoh antagonis bin nyebelin dan bikin sirik tapi kok gue simpati juga sama dia ini misalnya Nuna di All You Can Eat-nya Christian Simamora. Top banget deh ini cewek bitchy-nya. Tapi aku bilang kalo nggak ada dia, cerita nggak akan hidup lho. Di ending aku malah simpati banget ke dia. Hehe.
my email: martina.s.daruli@gmail.com
Wah kalo saya mah keganggu banget. Saya bukan tipe penyuka cerita menye-menye kayak sinetron dan biasanya kalo ada cerita cinta segitiga yang mulai ngaco saya skim ajah hehehe..
BalasHapusBerhubung buku yang saya baca rata-rata agak maskulin (halah), saya sih baru nemu satu rival cewek bitchy di Shopaholic and Baby. Ceritanya ya udah typical, mantan di masa lalu yg sekarang sukses dan cantiknya luar biasa. Tapi berhubung Shopaholic ceritanya agak-agak komedi saya sih nggak begitu terganggu.
Yang paling bikin bete menurut saya sih justru cewek yang direbutin. Coba deh perhatiin, pasti si cewek itu cantik, pinter, luar biasa semua cowok naksir dia etc (Legend-nya Marie Lu) ya Mary Sue gitu lah. Jujur aja saya males ngelanjutin baca seri yang begitu.
alwayzzcitra @ yahoo.co.id
Kalau ga ada rival, kayaknya novelnya bakal datar ya... Seperti kata Nana, udah klise pake rival-rival gitu, tapi tergantung pengolahannya juga. Dalam kisah cinta, konflik yang paling sering muncul kan masalah kepercayaan, insecure salah satu tokohnya, jadinya pasti si tokoh (utamanya cewek) melihat orang lain (cewek lain) sebagai ancaman. Yang penting bisa jadi drama deh...
BalasHapusKadang rivalnya ga hadir dalam wujud cewek lain (yang sebaya sama dia). Bisa jadi hadir dalam wujud ibu mertua. Pernah baca novel (kalau ga salah The Other Woman- Jane Green) yang tokoh ceweknya ngerasa kalau si ibu mertuanya itu rivalnya dia dalam mendapatkan perhatian suami dan anaknya. Pokoknya digambarkan jelek-jeleknya sama si tokoh. Padahal si ibu mertua yang nggak gitu juga.
Memang membosankan ya kadang-kadang. Buat refreshing, cari bacaan novel yang diceritakan dari sudut pandang pria (trus nemu yang ngerasa insecure juga sama cowok lain.... #halah..)
destinugrainy@gmail.com
Hai Ren :)
BalasHapusKalau saya tidak terganggu dengan adanya tokoh rival. Justru rival itu perlu untuk menambah ketegangan cerita. Pasti kalau nggak ada rival, si tokoh cewek biasanya jual mahal. Nah dengan adanya rival justru menjadi cambuk untuk lebih baik, kompetisi secara fair (walau banyakan rival yg antagonis abis, curang, culas, kepo, & main kotor). Malah banyakan sahabat bisa jadi rival karena ngerebutin cowok. Sosok bitchy yang saya suka & justru membuat cerita makin oke adalah Diva (Supernova - Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh).
Nah, kalo cowok yang menjadi rival karena ngerebutin itu juga udah banyak. Si cewek makin geer & naik daun direbutin cowo2 (yang biasanya ganteng & kaya!!). Justru kondisi kayak gini yg bikin envy (hihihi..). Sebagai wanita, mau juga dong dikejer2 cowo2 ganteng (tapi bukan nagih utang ya!). Hehehe..
Nama: Anisa
Email: listya_anisa@yahoo.com
Thanks for open Giveaway :D
Rebutan cewek rebutan cowok. Segala dilakukan demi mendapatkan pujaan.....
BalasHapusAku sih gak keganggu. Karena aku udah ninggalin cerita yang begini XD Soalnya jatuhnya jadi monoton. Kalau gak sama si A ya sama si B. Makanya aku gak terlalu suka genre romance. Lebih seneng genre lain kayak fantasi misalnya. Ada bumbu bumbu begini juga gak masalah karena biasanya penulis lebih fokus sama cerita. Kayak Harry-Cho-Cedric atau Ron-Hermione-Victor. Ini kan persaingan sehat. Gak berlebihan juga dalemnya.
Kalau aku perhatiin memang penulis Indonesia banyak yang nulis yang kayak gini. Aku gak baca kalau gak dipaksa--seperti dapet buntelan misalnya. Mungkin karena targetnya kebanyakan remaja yang memang pada galau dan pada ngalamin rebutan cowok atau cewek. Jadi kesan pas baca buku "Gue banget ini".
Nah, aku kan bukan lagi remaja, meski otak masih kayak abegeh XD
notfar_fromheart@yahoo.co.id
Terus terang aku males Ren, dengan klise yang kayak gini, karena bikin capek, gampang ketebak alur dan endingnya, terus malahan lama-lama bisa bikin nggak simpati sama si pemeran utama yang digambarkan jadi terlalu sempurna dan seperti "korban" dari si tokoh bitchy. Aku inget pernah baca satu buku Metropop karangan Fanny Hartanti, The Wedding Games, yang sedikit beda karena si tokoh cewek rival pengganggu (yang kebetulan namanya Astrid pulak!) digambarkan punya plus-minusnya sendiri. Dia juga manusia biasa yang punya masalah, punya sifat-sifat baik dan tanpa sadar kejeblos jadi pengganggu rumah tangga orang. Aku lebih suka yang kayak gini karena kita sebagai pembaca diajak untuk melihat persoalan bukan hanya dari satu dimensi aja, tapi dari berbagai sudut pandang. Dan nggak ada salahnya juga kok dengan rival yang baik hati, karena justru akan menimbulkan konflik yang lebih seru dibandingin predictability dengan tokoh-tokoh naughty and bitchy ;p Karena, jujur aja deh, di kehidupan nyata, banyak juga kok mantan-mantannya pasangan kita yang baik hati dan biasa-biasa aja, tapi justru menimbulkan potensi konflik dan insecurity tinggi :D #curcol
BalasHapusAnyway thanks for another giveawaynya Ren! Happy blogoversary!
astridfelicia@hotmail.com
Salam kenal Mbak :)
BalasHapusSebenarnya, saya sudah bosan dengan tipikal rival cewek yang bitchy dan sexy. Tapi ini memang cara paling mudah untuk mengategorikan si hitam dan si putih. Yang saya sayangkan, dari tipikal rival cewek ini adalah kurangnya latar belakang kenapa si tokoh ini berperilaku seperti itu. Seperti tokoh cewek dalam film barat yang disebut dumb bloned.
Sejujurnya, kebanyakan saya jatuh cinta pada tokoh antagonis cewek, baik itu dalam novel ataupun film.
Saya ingin membuat gebrakan dalam novel tentang tipe cewek seperti ini. Tapi tidak disetujui editor. Katanya, tokoh seperti ini tidak lovable. Maaf jadi curhat.
Saya pikir, dalam dunia nyata, cowok ganteng pasti jadinya sama cewek cantik dan seksi (siapa sih cowok yang mau sama cewek biasa-biasa aja kalau dia ganteng dan kaya? Mereka akan mencari yang selevel). Tapi mungkin disitulah peran penulis. Mereka membuat sesuatu yang agak berbeda di dunia nyata. Katakanlah dalam komik. Dulu saya suka banget baca komik serial cantik. Biasanya, tokoh utama cewek enggak cantik dan tokoh utama cowoknya ganteng abisss. Namun ketika saya remaja, hal-hal seperti itu jarang terjadi. Pada intinya, novel romance menjual mimpi. Kalau cewek biasa aja bisa jadian sama cowok ganteng nan keren. Kenapa klise ini ada? Ya karena itu, menjual mimpi. Kalau cewek cantik dan seksi bisa dikalahkan cewek biasa aja. Atau cewek itu harus punya manner. Menurut saya, ini juga menyangkut kultur di kita yang hipokrit. Cewek yang kelihatan cantik dan seksi dipandang jelek, walaupun diam-diam dipuja.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari tipikal cerita romance seperti ini. Kenapa sih pemeran utama cowok harus ganteng? Kenapa enggak dibalik aja, tokoh utama cantik dan tokoh utama cowok biasa aja. Apa pembaca mau menerima?
evisrirezeki@gmail.com
Kalo menurut aku sih, biasa-biasa aja. Meskipun ide ceritanya sudah bisa ditebak, misal: Cinta segitiga, Oh ini pasti sama si A nih. Tapi kalo ditengah cerita, penulis bisa memutar kemudi dengan membuat pembaca bingung mau dibawa kemana sebenarnya tokoh utama, atau membuat ending yang bisa bikin pembaca gregetan dan bisa meninggalkan kesan tersendiri. Buat aku sih sah-sah aja. Terus kalo ditanya kenapa ada cliche kayak gitu, karna memang enggak menutup kemungkinan bahwa cerita itu berasal dari kehidupan disekitar kita yang kita kembangkan sendiri. Dan kenyataannya, disekitar kita memang ada yang namanya cinta segitiga.
BalasHapusalamadt_saya@yahoo.com
Ikutan ya kak :D
BalasHapusWell, kadang aku merasa terganggu sih, karena aku nggak suka cewek model begitu. Tapi, ada bagusnya si rival cewek tipe yang aku nggak suka, jadi gampang bencinya. Kalau dua-duanya sama-sama lovable, jadi galau deh mau milih yang mana. Hehehe.
alfindy.agyputri@yahoo.com
Link share: https://twitter.com/alfindyagyputri/status/403327863782273024
Makasih kak, you rock! Keep blogging!
Beberapa kali aku membaca novel romance yang rivalnya bukan orang lain (naughty, bitchy, slutty, etc), tapi malah diri sendiri, jadi seperti fighting personal demon.
BalasHapusContohnya seperti The Rescue, novel lawas Nicholas Sparks. Tidak ada rival wanita lain etc, tapi masa lalu si Taylor yang menghambat hubungan cintanya sama Denise.
Begitu juga dengan A Virgin River Christmas by Robyn Carr yang romance banget. Nggak ada rival wanita, bahkan mantan Ian yang menikah dengan orang lain pun tidak berselingkuhn atau orangnya bitchy. Dia punya masalah sendiri. Ian juga masih dibayangi trauma pasca perang Irak (dia mantan anggota marinir).
Tapi seru juga sih baca novel yang tokohnya bitchy-bitchy-an.
@yuska77
miss_yuska@yahoo.com
Twit: https://twitter.com/yuska77/status/403388853467103232
kenapa penulis (terutama romans) menciptakan toko rival yang sexy, naughty n bitchy? buat menonjolkan karakter si tokoh utama tentunya. semakin geram pembaca kepada si rival, semakin tinggi simpati mereka kepada si heroin. dengan demikian dukungan pembaca akan selalu berada di pihak si heroin.
BalasHapuskalau menurut pendapat pribadiku sih, yang paling berbahaya itu bukannya rival yang sexy, naughty n bitchy ini, tetapi yang lembut dan terutama sakit-sakitan. contohnya? Shiory dalam Topeng Kaca!
kalau aku nemu tokoh rival yang ginian, pasti langsung emosi bacanya. Apalagi kalau si tokoh rival sampe ngancem bunuh diri atau melakukan hal-hal yang membuat penyakitnya semakin parah. dalam hati aku pasti bilang "mati aja sana!"
bagaimana mungkin memaksa seseorang bertanggung jawab atas kehidupan kita dan menyebutnya cinta...
iraelvira96@yahoo.com
Berhubung saya pecinta romance, tepatnya contemporary romance, maka tidak asing lagi dengan semua tokoh yang dijuluki Sexy, Naughty, Bitchy (and Better)... Love Rival, baik itu di novel impor maupun dalam negeri. Emang agak mengganggu sih, terkesan sinetron malah. Tapi balik lagi, ini tergantung dari cara penulisnya mengeksekusi si-karakter-bitchy-and-better-love-rival ini.
BalasHapusKarena untuk ukuran novel romance, selain perselingkuhan dan masa lalu si tokoh utama, si-karakter-bitchy-and-better-love-rival inilah yang menghidupkan cerita di dalam novelnya.
Sedikit banyak memberikan sumbangsih dalam hal membangun konflik. Iya kan?
Nah, jadi menurut saya, selama penulisnya mampu menciptakan si-karakter-bitchy-and-better-love-rival yang adorable and memorable, it's okay. :))
-May-
@dianmayy
Link share: https://twitter.com/dianmayy/status/403426130490695680
Email: dianmayasariazis@gmail.com
Halo, salam kenal Ren :)
BalasHapusKebetulan saya pernah giving this topic a thought karena kayaknya kok keberadaan "rival cewek bitchy dan sexy" ini nggak terelakkan di mana-mana, hehe.
Pertama-tama, adanya cliche kayak gini menurut saya karena penulis merasa butuh ngasih kontras. Supaya apa? Supaya para pembaca bersimpati dengan tokoh utama ceweknya.
Saya nggak tahu gimana orang lain, tapi kalau saya menulis, then I want to side with my heroine. Saya ingin pembaca memiliki simpati yang sama padanya, memiliki rasa suka yang sama, dan akhirnya setuju bahwa ending yang saya berikan untuk si tokoh utama memang pantas. Seringnya ending itu bahagia dan dihitung worth it untuk semua perjalanan menuju ending. Jadilah diletakkan tokoh "rival cewek yang bitchy and sexy".
Poinnya adalah, kenapa harus "bitchy and sexy"?
Well, si heroine pada awal cerita bisa saja jenis cewek yang nggak akan kamu lirik kalau kebetulan berpapasan; "a plain jane". But then, BAM! Datanglah cewek lain yang berpembawaan percaya diri, dresses sexily, dan dia punya naughty attitude. Tentu saja ini membuat our "plain jane" jadi kelihatan kayak "angel" in comparison. And don't we all love angels? Don't we all hope happy endings for that angels? Daripada hero kita berakhir dengan seorang yang "bitchy and sexy", tidakkah kita lebih suka si hero berakhir dengan seseorang yang cenderung lebih "sweet and safe"? ;)
Saya cukup nggak suka sama keberadaan tokoh rival cewek kayak gini, sih. Tapi ketidaksukaan saya bukan karena kepentingan tokoh utama, but rather, karena seringnya tokoh rival ini diulasnya sekilas saja. Cukup dengan stereotip "bitchy and sexy" dan seolah-olah dimensi karakternya cukup sampai situ sehingga kita bisa membencinya. Saya nggak suka karena underneath depth karakter jadi ditiadakan. Tapi taraf nggak suka saya masih normal. Pun seiring waktu, lama-lama saya bisa menoleransi keberadaan karakter kayak gini. Saya ingat pernah sebel banget sama Fran di Aerial-nya Sitta Karina, when I read that 4 or 5 years ago. Saat saya baca ulang? Well, it's actually not THAT unbearable.
Afifah Widya
@afifahwdy - afifah.widya36@yahoo.com - https://twitter.com/afifahwdy/status/403538434888724481
Kata orang, "there's nothing new under the sun!" Semuanya udah pernah diceritain, yang menarik itu gimana caranya penulis bikin klise itu jadi menarik. Karakter "sexy, bitchy, better" memang banyak bertebaran, bisa jadi karena tipe antagonis seperti itu yang disukai pembaca? Terus terang aku termasuk penyuka karakter seperti itu. Disadari atau tidak kebanyakan pembaca romans (genre yang paling mengeksploitasi karakter ini) adalah pembaca untuk bersenang-senang. Ketika tokoh utamanya (yang kebanyakan insecure) bisa menangin cinta tokoh utama prianya walaupun berhadapan dengan tokoh antagonis sexy, bitchy, better ini, pembaca seakan diberikan harapan bahwa kehidupan tidaklah terlalu buruk. Just my 2 cents ;p
BalasHapusshinigami_light @ ymail. com
@Dmigia
https://twitter.com/Dmigia/status/403706213365346304
https://plus.google.com/103278917968673373663/posts/ZorkNFyzKk2
Halo, salam kenal. Pertama kali mampir ke sini. :D
BalasHapusGimana, ya? Tokoh rival sih kadang-kadang emang bikin bumbu dalam sebuah cerita, tapi belakangan ini banyak banget novel yang aku anggap tokoh rivalnya terlalu tidak sebanding dengan tokoh utama cewek.
Buat sikap tokoh rival cewek yang terkesan bitchy, mungkin bawaan orok kali ya :D. Kadang sering bosen baca cerita yang akhirnya bisa ditebak karena tokoh rivalnya nggak menunjukkan sikap yang bisa membuat akhir cerita berubah.
Mungkin ini juga sekedar harapan, tapi alangkah senangnya jika ada salah satu penulis yang bisa membawakan sudut pandang baru dari tokoh rival yang selama ini kita jadikan 'pelampiasan'. Tokoh rival biasanya karakternya sering dimatikan, tidak sering diulas. Mungkin ini dianggap terlalu mebuang-bunag waktu, mengingat percuma saja karena ceritanya juga akan berakhir dengan tokoh utama atau rival. Tapi, saya sering berpikir, mungkin ada kalanya kita bisa bikin warna baru. Tokoh rival bisa dijadikan seseorang yang sifatnya nggak menye-menye, bisa menjadi seorang rival 'sungguhan' dalam hal konflik bukan hanya segi wajah cantik, badan mulus, tinggi semampai, kaya raya, dan blablabla... Mungkin yang perlu dijadikan konflik adalah segi ketertarikan secara batin.
Hehehe, udah dulu ya, mungkin nanti bisa sharing lagi.. :D
Salam hangat,
Nanda Febri
@milo389
febrifebruary03@gmail.com
https://twitter.com/milo389/status/403706274035953664
bhihihi, kalo aku malah ngga suka sama 'drama' begituan. terakhir ini baca buku mendekap rasa, tokoh utama ceweknya standar novel gitu deh. cantik, sukses, cuek, keras kepala, sering gonta ganti pacar, eh begitu dia jatuh cinta sama si cowok, ternyata si Cowok ngga bisa move on dari mantan pacarnya. Si mantan ditokohkan sebagai wanita terpelajar yang elegan, berkarisma, pinter masak, berkeibuan.
BalasHapusMungkin ni yah, manusiawi sih kalo kita sendiri kadang juga merasa 'insecure' gitu, jadi mungkin ketika kita membaca cerita tokoh yang kurang lebih pernah kita rasain di dunia nyata pula bagaimana rasanya insecure, jadilah novel semacam ini yang ngga sadar didominasi. "Ini gue banget", kurang lebih kaya gitu.. kaleee...
@alvina13
orybun@yahoo.com
https://twitter.com/alvina13/status/403724408553893888
Salam kenal mba ;), Numpang sharing juga yah...
BalasHapusKalau boleh aku ibaratkan kisah cinta segitiga kayak brownies, formula utama mungkin mirip (cliche heroin-hero-bitchy rival) , tapi teknik pembuatan, bahan yang dipakai, tambahan resep, dsb, membuat rasa brownies secara keseluruhan berbeda beda tergantung orang yang membuatnya. Nggak setiap orang suka brownies, tapi banyak juga yang suka. Beberapa orang mungkin nggak suka sama merek brownies tertentu tetapi menjadikan brownies dari orang yang berbeda sebagai favorite. At the end, brownies tetap aja sesuatu yang menggoda pencinta kuliner. Behehe * maapkeun kalau komparasinya ngaco :))
Apakah terganggu dengan cliche "rival bitchy dan sexy" ? Secara pribadi aku agak terganggu dan tidak setuju dengan penggambaran ini. Buatku ini kurang adil dalam "me-manusia-kan" seseorang-melalui visualisasi karakter antagonis yang dangkal dan hanya pada permukaan: cantik, kaya, pintar, tanpa melirik sedikit aspek abu abunya sebagai individu: perasaan, motivasi, pemikiran si tokoh.Menurutku ini juga secara nggak langsung membuat kita jadi gampang menghakimi dengan cukup melihat luaran sang rival dari sudut pandang tokoh utama tanpa sisi alternatif
Namun sebagai pembaca, buatku tema, eksekusi plot dan cara bercerita penulis lebih penting. Kalau emang plot dan gaya ceritanya ok, nggak masalah apakah si rival mau bitcy atau nggak, aku tetap bisa menikmati ceritanya. Kalau diibaratkan kayak brownies tadi tergantung teknik pembuatan dan pemilihan bahan :))
Kenapa ada cliche seperti ini? Menurutku karena formula persaingan harus melibatkan dua tokoh, sehingga perbedaan harus dibuat sejauh mungkin untuk lebih memperkuat kesan salah satu tokoh (yang biasanya adalah tokoh utama) di pikiran pembaca.Dan kalau diibaratkan brownies tadi, karena formula ini sudah diterima sebagai formula dasar pembuatan brownies ;).
Terimakasih banyak untuk space berbaginya mba.
Mela
ai_m_ela@yahoo.com
Hmm ... karakter antagonis cewek yang cliche, ya?
BalasHapusKalau buat saya, mengganggu dan tidak. Tergantung eksekusi cerita, sih. Saya tipikal pembaca yang menomor-satu-kan story-tell style dan plotting technique. Keseimbangan dua point ini akan bikin saya betah buat nerusin baca sampai khatam tanpa ninggalin bukunya untuk diselingi aktivitas lain atau bacaan lain (trus, mulai noticing penulisnya, deh :)). Sehingga kadang, cliche-nya jadi nggak berasa. Entah itu di premis cerita atau pun karakterisasi. Tapi jarang banget ada bacaan yang seperti itu. Seringnya kita temukan di novel-novel terjemahan. Untuk roman populer Indonesia, ketimpangan dua poin favorit saya tadi kelihatan banget. Seringnya, gaya bertuturnya cukup sampai di "rapi dan runut" aja, dan plotting-nya sangat standar roman. Cewek protagonis patah hati, pergi ke daerah baru, ketemu cowok hot, terlibat konflik emosi, accidentally fallin' each other, cemburu karena kehadiran cewek hot "antagonis" (yang dalam redaksinya Ren sexy-naughty-bitchy-better), dan akhirnya terpilih sebagai modern cinderella, and the story goes to a-happily ever after-end (yang sekarang, dengan kreatifnya, udah dimodifikasi sama penulis-penulis kita biar cerita lebih fresh). Atau, cewek protagonis yang dimusuhin cewek antagonis, trus tahu tahu naksir ama cowok si musuh. Sang cowok yang jengah ama karakter nyebelin sang cewek, mulai simpati ama cewek protagonis, naksir-naksiran, dihalangin si cewek protagonis, tapi akhirnya bertekad untuk bahagia selama-lamanya, dan tamat! Dan karakter antagonis cewek untuk semua cerita setipikal, seringnya, adalah sosok yang sexy-naughty-bitchy tadi.
Nggak bisa dimungkiri, bahwa karakter sexy-naughty-bitchy ini, sejak pertama kali tercetus, ditujukan untuk menggerakkan cerita. Formula absolut konvensional untuk "konflik" adalah keberadaan rival yang menghalangi tujuan utama sang hero/heroin. Penulis, yang notabene adalah desainer tokoh-tokohnya, sejak awal sudah simpati sama tokoh utama cewek ciptaannya. Setelah tokoh utama lahir, barulah rivalnya didesain. Dia akan didesain sebagai paradoks dari tokoh utama. Ini cara paling mudah mendapatkan simpati pembaca untuk tokoh utama. Cliche kayak gini, menurut saya, muncul karena tradisi memegang "formula absolut tentang konflik" tadi. Padahal konflik bisa sangat kuat kalau pembaca diajak berkonflik dengan diri mereka sendiri, karena diperhadapkan pada tokoh antagonis yang "sekuat" sang protagonis. Antagonis yang sama loveable-nya dengan tokoh protagonis pasti bikin gemes banget. Bikin pembaca dilema. Mereka tahu, tokoh utama akan menang. Tapi gimana caranya biar sang antagonis "oh-so-loveable" ini tersingkir dan memiliki flaw yang tidak termaafkan? Cerita yang kayak gini pasti anti-skimming, deh. Tapi kerjanya emang berat :) Saya melihat ini sebagai "efek kemalasan penulis". Permainan psikologi untuk menciptakan karakter yang segar dan baru butuh kreavititas ekstra tinggi. Jadi, mereka memilih "bermain aman" dengan membuat kontras yang jelas antara protagonis dan antagonis.
Untuk genre roman, karena highlight cerita adalah loveline tokoh utama cewek dan cowok, cerita bersudut pandang cewek akan menghadirkan antagonis cewek yang menjadi penghalang hubungan keduanya. Cewek, yang selalu khawatir tentang penampilan fisik dan bagaimana mereka akan tampil di depan makhluk beda jenis, akan sangat sensitif dengan cewek yang unggul dalam penampilan fisik. Maka tokoh pengganggu yang efektif untuk bersaing dengan mereka adalah sosok sexy-naughty-bitchy tadi. Dan sebaliknya, cerita roman bersudut pandang tokoh cowok biasanya akan menghadirkan antagonis cowok untuk menguji hubungan cinta tokoh-tokoh utamanya. Kayaknya seru ya, kalo ada loveline yang tokoh pengganggunya makhluk sejenis ama tokoh utama yang jadi rivalnya? :D
Dan karena cliche "rival sexy-naughty-bitchy" ini tetap digemari, sepertinya kita masih akan disuguhkan denagn formula setipikal untuk roman dalam negeri entah sampai kepan.
@kimkkomaya
kimkkomaya@gmail.com
Hallo Mba Ren, ikutan lg ya ^^
BalasHapusMakasih sebelumnya Mba Ren atas kesempatan Giveawaynya...
Kalo opini saya,
Saya selama ini suka membaca genre romance terutama yang berbau chicklit yang pengarangnya Meg Cabot, Sophie Kinsella, Nicholas Spark gitu kadang2 Harlequin jg, saya sering terbawa emosi seperti yang dialami tokoh utama dalam novel tersebut, misal kalo tokoh utamanya di buat cemburu oleh mantan pacarnyabyg super keren, sexy tp bitchy saya merasa kadang jadi ikutan sebel jg, seakan2 saya yang di posisintokoh tersebut.
Menurut saya mungkin genre romance memang sebenernya khusus diciptakan bagi perempuan yang ingin hidupnya seperti Cinderella, yang bukan siapa2, sering invisible tapi suatu saat ada Ksatria tampan dan baik hati datang dan menyatakan cinta tentunya merasa sangat bahagia dan seperti mimpi, namun kalau ternyata Ksatria tersebut mempunyai masa lalu bersama mantannya yg super kece tentu akan ikut sempet merasa bagaimana gitu, spalg klonsi mantan masih mengejer2 Ksatria kita.
Kembali ke novel, menurut saya berarti kalo kita ikut emosinya seperti tokoh utama dalam novel, berarti sang Author sukses membuat pembacanya larut dalam inti permasalahn cerita, justru hal itu perlu ditambahkan sebagai bumbu2 yang membuat menarik isi buku tersebut. Tapi saya setuju juga sama Mba Ren kadang berasa boring juga dengan isi novel dengan cerita yang hampir sama yaitu saingN cinta yg lebih keren, perfect, bla2... dan gampang ketebak endingnya seperti apa.. kalau saya lagi bosen baca2 romance, saya baca fantasy dan buku anak2 seperti Enid Blyton dan Roald Dahl yang ringan dan menghibur membuat kita kadang ketawa.... :D
Astri Nardi
@astri_nardi
astri.nardi@gmail.com
Link Twit : https://twitter.com/astri_nardi/status/404990578753933313
Kalau secara pribadi, nggak terlalu dipikirin sih Mbak. Kan rata-rata tokoh utama cowoknya tipe populer, seksi, ganteng, kaya, dsb. Pastinya kan punya mantan pacar yang minimal tipenya mirip. Seringnya lagi, cerita dengan tokoh rival yang bitchy ini, si tokoh utama cewek sifat dan tipenya berbeda dengan si cowok dan menjadikan si cewek merasa insecure. Dianya mikir "Tipe yang biasa dikencani si Cowok ini modelnya begini. Aku beda nih, jadi ngerasa rada minder" (atau semacamnya gitu deh). Selain udah biasa, aku nganggep aja si bitchy old flame ini sebagai bumbu penyedap cerita. Mungkin kalo nggak ada rivalnya, nggak asyik kali ya? Bikin pembaca bertanya-tanya Padahal aku sering juga baca cerita tanpa tokoh mantan pacar yang menganggu kehidupan si pasangan. Misalnya aja kemarin di Wait for You.
BalasHapusTerlalu bitchy juga males bacanya, pengen nyekek seringnya. Apalagi kalo ngeliat cowoknya agak merespon gitu, alias buta sama perasaan insecure si cewek. Males deh. Meskipun menurutku, ternyata cowok juga bisa insecure kalo di novel-novel yang pake POV cowok.
Makasih sama kesempatan giveawaynya ya Mbak :) ninaridyananda@gmail.com
Dear teman - teman, terimakasih banyak atas pendapatnya mengenai tema yang saya kemukakan di atas :D. Dimana saya juga bisa lihat dari dua sisi.
BalasHapusSilakan ditunggu pemenang untuk GA yang ini yaaa ^_^