Judul: Girls in The Dark
Judul Asli: Ankoku Joshi
Pengarang: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Andry Setiawan
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Haru
Tebal : 289 halaman
Diterbitkan pertama kali : Mei 2014
Format : Paperback
Target Pembaca : Remaja
Genre : Misteri
Link to Buy: Bukabuku, Owl Book Store
Sinopsis :
Apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu...?
Gadis itu mati.
Ketua Klub Sastra, Shiraishi Itsumi, mati.
Di tangannya ada setangkai bunga lily.
Pembunuhan? Bunuh diri?
Tidak ada yang tahu.
Satu dari enam gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu.
Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi....
Kau... pernah berpikir ingin membunuh seseorang?
Review
Saya tidak punya banyak pengalaman membaca novel karya penulis Jepang, dan walau banyak light novel yang diterbitkan di Indonesia dulunya oleh Elex, saya kurang tertarik karena ceritanya kebanyakan romance. Pengalaman saya membaca novel Jepang hanya sekali, yaitu The After Dinner Mysteries yang menurut saya jelek. Pake banget. Bisa jadi novel detektif paling tidak niat yang saya baca dan dulu saya baca karena ingin bacaan ringan dan suka covernya. Sejak itu saya agak enggan ingin baca novel serupa. Tapi, saya sering lihat banyak teman baca buku Akiyoshi Rikako. Buku keduanya, Girls in the Dark diterbitkan oleh Haru (lucunya, After Dinner juga terbitan Haru), dan saat saya membaca sinopsisnya, rasanya jadi ingat beberapa anime/manga dengan tema sekolah putri. Blurbnya sendiri, jika sudah baca banyak manga detektif, berasa tidak asing. Walau begitu saya tetap beli edisi Repackagednya (ada bonus cerpen). Dan seperti kebiasaan saya, bacanya nanti - nanti :P.
Saya sempat baca awalnya, dan agak merasa bosan, sampai akhirnya lupa lanjut karena ada kesibukan. Untungnya, mood baca saya agak membaik bulan Februari ini karena load pekerjaan mulai berkurang (walau stress masih ada :P), jadi saya buka lagi Girls in the Dark. Lumayan untuk bacaan cepat, mengingat jumlah halamannya sedikit. Lembar demi lembar saya buka, saya baca di kantor dan lalu lanjut di rumah, dan di halaman terakhirnya, saya cuma bisa bilang:
BANGKE!!!
Welp, pardon my french XD.
Perasaan saya habis baca Girls in the Dark, nyaris mirip dengan saat saya selesai membaca And Then There Were None! Dan bagi saya, that's mean something. Girls in the Dark jelas membuka mata saya untuk literatur Jepang dengan genre misteri dan membuat saya jadi ingin membaca novel lain dengan genre yang sama. Saya sendiri sebenarnya sudah mengumpulkan karya Akiyoshi Rikako yang lain yang juga sudah diterbitkan Haru, yaitu The Dead Returns dan Holy Mother, dan sekarang saya senang karena sudah punya semuanya. Ini seperti investasi yang berbuah memuaskan XD (oke, abaikan analogi aneh ini.). Girls in the Dark pada dasarnya terdiri dari beberapa cerpen, mengingatkan saya pada After Dinner Mysteries, dan saya kayaknya sedikit paham sama novel model beginian. Dimana tiap babnya diposting di majalah secara bulanan, lalu nantinya akan dikumpulkan menjadi satu bentuk novel secara utuh. Mirip - mirip manga dengan tankoubon lah. Bedanya, jika cerpen After Dinner terasa terpisah - pisah, maka Girls in the Dark awalnya terasa seperti itu, tapi sebenarnya berkaitan.
Ada 7 tokoh central di Girls in the Dark, Sumikawa Sayuri, Nitani Mirei, Kominami Akane, Diana Detcheva, Koga Sonoko, Takaoka Shiyo, dan satu gadis yang kematiannya menjadi benang merah cerita, Shiraishi Itsumi. Semuanya murid Sekolah Putri Santa Maria dan bagian dari Klub Sastra. Setelah kematian Itsumi, keenam gadis yang tersisa mengadakan pertemuan dengan yami-nabe (makan nabe dalam keadaan ruangan gelap temaram) dan membacakan naskah. Naskah yang mereka tulis semuanya punya satu tema, mengenang Itsumi, namun pada dasarnya naskah itu adalah alibi masing - masing. Semuanya naskah diceritakan dalam sudut pandang pertama, dan sebenarnya walau agak ada perasaan sedikit bosan, pembaca mesti fokus pada setiap naskah yang dibacakan. Karena ada beberapa kata atau kalimat kunci yang bagaikan kepingan puzzle yang perlu disusun untuk mendapatkan kebenaran yang absolut.
Disinilah saya kagum dengan cara Akiyoshi-sensei meramu ceritanya. Sebenarnya, jika pembaca jeli, naskah - naskah yang dibaca ini terasa tidak beraturan. Awalnya memuja, lalu menganalisa dan konklusinya, menuduh salah satu anggota adalah pembunuh Itsumi. Keganjilan dari naskah - naskah anggota Klub Sastra, membuat saya bisa menarik kesimpulan bahkan sebelum cerita selesai. Pasti ada sesuatu. Dan, memang iya! TAPI...kenapa kalau saya bisa nebak, sampai saya misuh - misuh ga karuan di akhir ceritanya? Karena Akiyoshi-sensei tidak berhenti sampai di apa yang saya duga. Dia membuat satu kali (atau beberapa kali) twist di bagian endingnya. Sebenarnya, jika saya juga jeli, petunjuknya sejak awal sudah ada. Saya tidak mau spoiler, karena Girls in the Dark memang harus teman - teman baca sendiri, supaya juga bisa sama terkejutnya (dan menyumpah pula) dengan saya.
Apa yang ada di Girls in The Dark, sejatinya mencerminkan keadaan saat ini. Bagaimana mis-informasi bisa mengacaukan persepsi orang. Naskah yang dibaca masing - masing anggota Klub Sastra semuanya dari POV pertama, yang mana adalah pemahaman mereka sendiri, atau bisa dibilang "kebenaran versi A, B, C, etc". Mereka berusaha menyesatkan, mereka seakan bilang "yang pasti bukan aku", "yang jelas bukan aku pelakunya". Tapi apa iya? Girls in The Dark tidak hitam putih, semua tokohnya tidak sesederhana "dia penjahat, aku bukan", mereka punya kompleksitasnya masing - masing. Tiap naskah sedikit banyak menggambarkan pribadi masing - masing anggota. Ada yang polos, ada yang terang - terangan tidak suka, ada yang mendamba, ada yang berusaha logis. Yang jadi pertanyaannya, apa itu hanya topeng yang mereka kenakan untuk mendistraksi yang lain atau kepribadian mereka sesungguhnya.
Terjemahan Girls in the Dark sendiri enak dibaca dan lancar. Ada beberapa "branded things" bertebaran, tapi saya maklumi saja karena Itsumi adalah orang kaya dan sekolahnya memang sekolah elite (walau jadinya agak berlebihan). Akiyoshi-sensei juga menyelipkan beberapa nama penulis sastra ataupun judul buku sastra, dan membuat cerita jadi sedikit unik. Naskah - naskah anggota Klub Sastra menurut saya agak sopan, hanya punya Takaoka Shiyo yang terasa "gaul". Walau untuk kesopanannya, saya juga maklum karena ini Sekolah Putri Kristen dan pasti kesopanan jadi salah satu aspek sikap sehari - hari. Sayangnya, ada typo yang berulang, terutama di bagian naskah olah Diana Detcheva. Dimana awalnya dia bercerita menggunakan "saya" tapi di beberapa paragraf jadi "aku", kemudian jadi "saya" lagi. Ini lumayan mengecewakan, mengingat buku ini juga sudah dicetak berkali - kali bahkan ada edisi repackagenya :(.
Anyway, edisi repackage memuat cerpen tambahan berjudul "Hukuman Telak". Bagi saya, cerpen ini tidak terlalu istimewa, karena ceritanya sendiri sudah jamak ada di era sosmed seperti sekarang.
Oh ya, Girls in the Dark akan difilmkan dan akan tayang bulan April 2017 lho :D. Ini posternya:
Lalu ada trailernya juga:
Saran saya, jangan lihat trailer yang versi full, karena rada spoiler. Atmosfer filmnya terasa ceria, tapi memang ada beberapa bagian bikin merinding :/. Sayangnya, kalau dari poster, jumlah anggota klub Sastra dikurangi satu. Saya juga tidak tahu alasannya kenapa dan jadi penasaran, apa ada perubahan cerita yang cukup signifikan. Plus, khas Jepang banget ya, orang asing- dalam hal ini Diana Detcheva yang asli Bulgaria- diperankan juga sama orang Jepang *rolling eyes*
Entah teman - teman sudah pernah baca literature karya penulis Jepang (yang disingkat J-Lit) atau belum, atau teman - teman suka genre misteri, saya sangat merekomendasikan Girls in the Dark. Dan saya berharap, kalian juga akan misuh - misuh saat baca endingnya nanti XD.
Story Rate
Judul Asli: Ankoku Joshi
Pengarang: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Andry Setiawan
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Haru
Tebal : 289 halaman
Diterbitkan pertama kali : Mei 2014
Format : Paperback
Target Pembaca : Remaja
Genre : Misteri
Link to Buy: Bukabuku, Owl Book Store
Sinopsis :
Apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu...?
Gadis itu mati.
Ketua Klub Sastra, Shiraishi Itsumi, mati.
Di tangannya ada setangkai bunga lily.
Pembunuhan? Bunuh diri?
Tidak ada yang tahu.
Satu dari enam gadis anggota Klub Sastra digosipkan sebagai pembunuh gadis cantik berkarisma itu.
Seminggu sesudahnya, Klub Sastra mengadakan pertemuan. Mereka ingin mengenang mantan ketua mereka dengan sebuah cerita pendek. Namun ternyata, cerita pendek yang mereka buat adalah analisis masing-masing tentang siapa pembunuh yang sebenarnya. Keenam gadis itu bergantian membaca analisis mereka, tapi....
Kau... pernah berpikir ingin membunuh seseorang?
Review
Shiraishi Itsumi terlalu sempurna. Secara umum, baik itu dalam menghias roti, atau kudapan tradisional, untuk meningkatkan cita rasa, seorang artis sengaja menghancurkan kesimetrisannya. Bentuk itulah yang justru menarik. Tetapi, sosok Itsumi terlalu mendetail seolah sudah dihitung dengan cermat dan diatur terlalu teratur dan tidak ada yang sempurna. Benda yang sempurna itu tidak cantik. Vulgar.
Saya tidak punya banyak pengalaman membaca novel karya penulis Jepang, dan walau banyak light novel yang diterbitkan di Indonesia dulunya oleh Elex, saya kurang tertarik karena ceritanya kebanyakan romance. Pengalaman saya membaca novel Jepang hanya sekali, yaitu The After Dinner Mysteries yang menurut saya jelek. Pake banget. Bisa jadi novel detektif paling tidak niat yang saya baca dan dulu saya baca karena ingin bacaan ringan dan suka covernya. Sejak itu saya agak enggan ingin baca novel serupa. Tapi, saya sering lihat banyak teman baca buku Akiyoshi Rikako. Buku keduanya, Girls in the Dark diterbitkan oleh Haru (lucunya, After Dinner juga terbitan Haru), dan saat saya membaca sinopsisnya, rasanya jadi ingat beberapa anime/manga dengan tema sekolah putri. Blurbnya sendiri, jika sudah baca banyak manga detektif, berasa tidak asing. Walau begitu saya tetap beli edisi Repackagednya (ada bonus cerpen). Dan seperti kebiasaan saya, bacanya nanti - nanti :P.
Saya sempat baca awalnya, dan agak merasa bosan, sampai akhirnya lupa lanjut karena ada kesibukan. Untungnya, mood baca saya agak membaik bulan Februari ini karena load pekerjaan mulai berkurang (walau stress masih ada :P), jadi saya buka lagi Girls in the Dark. Lumayan untuk bacaan cepat, mengingat jumlah halamannya sedikit. Lembar demi lembar saya buka, saya baca di kantor dan lalu lanjut di rumah, dan di halaman terakhirnya, saya cuma bisa bilang:
BANGKE!!!
Welp, pardon my french XD.
Perasaan saya habis baca Girls in the Dark, nyaris mirip dengan saat saya selesai membaca And Then There Were None! Dan bagi saya, that's mean something. Girls in the Dark jelas membuka mata saya untuk literatur Jepang dengan genre misteri dan membuat saya jadi ingin membaca novel lain dengan genre yang sama. Saya sendiri sebenarnya sudah mengumpulkan karya Akiyoshi Rikako yang lain yang juga sudah diterbitkan Haru, yaitu The Dead Returns dan Holy Mother, dan sekarang saya senang karena sudah punya semuanya. Ini seperti investasi yang berbuah memuaskan XD (oke, abaikan analogi aneh ini.). Girls in the Dark pada dasarnya terdiri dari beberapa cerpen, mengingatkan saya pada After Dinner Mysteries, dan saya kayaknya sedikit paham sama novel model beginian. Dimana tiap babnya diposting di majalah secara bulanan, lalu nantinya akan dikumpulkan menjadi satu bentuk novel secara utuh. Mirip - mirip manga dengan tankoubon lah. Bedanya, jika cerpen After Dinner terasa terpisah - pisah, maka Girls in the Dark awalnya terasa seperti itu, tapi sebenarnya berkaitan.
Ada 7 tokoh central di Girls in the Dark, Sumikawa Sayuri, Nitani Mirei, Kominami Akane, Diana Detcheva, Koga Sonoko, Takaoka Shiyo, dan satu gadis yang kematiannya menjadi benang merah cerita, Shiraishi Itsumi. Semuanya murid Sekolah Putri Santa Maria dan bagian dari Klub Sastra. Setelah kematian Itsumi, keenam gadis yang tersisa mengadakan pertemuan dengan yami-nabe (makan nabe dalam keadaan ruangan gelap temaram) dan membacakan naskah. Naskah yang mereka tulis semuanya punya satu tema, mengenang Itsumi, namun pada dasarnya naskah itu adalah alibi masing - masing. Semuanya naskah diceritakan dalam sudut pandang pertama, dan sebenarnya walau agak ada perasaan sedikit bosan, pembaca mesti fokus pada setiap naskah yang dibacakan. Karena ada beberapa kata atau kalimat kunci yang bagaikan kepingan puzzle yang perlu disusun untuk mendapatkan kebenaran yang absolut.
Disinilah saya kagum dengan cara Akiyoshi-sensei meramu ceritanya. Sebenarnya, jika pembaca jeli, naskah - naskah yang dibaca ini terasa tidak beraturan. Awalnya memuja, lalu menganalisa dan konklusinya, menuduh salah satu anggota adalah pembunuh Itsumi. Keganjilan dari naskah - naskah anggota Klub Sastra, membuat saya bisa menarik kesimpulan bahkan sebelum cerita selesai. Pasti ada sesuatu. Dan, memang iya! TAPI...kenapa kalau saya bisa nebak, sampai saya misuh - misuh ga karuan di akhir ceritanya? Karena Akiyoshi-sensei tidak berhenti sampai di apa yang saya duga. Dia membuat satu kali (atau beberapa kali) twist di bagian endingnya. Sebenarnya, jika saya juga jeli, petunjuknya sejak awal sudah ada. Saya tidak mau spoiler, karena Girls in the Dark memang harus teman - teman baca sendiri, supaya juga bisa sama terkejutnya (dan menyumpah pula) dengan saya.
Apa yang ada di Girls in The Dark, sejatinya mencerminkan keadaan saat ini. Bagaimana mis-informasi bisa mengacaukan persepsi orang. Naskah yang dibaca masing - masing anggota Klub Sastra semuanya dari POV pertama, yang mana adalah pemahaman mereka sendiri, atau bisa dibilang "kebenaran versi A, B, C, etc". Mereka berusaha menyesatkan, mereka seakan bilang "yang pasti bukan aku", "yang jelas bukan aku pelakunya". Tapi apa iya? Girls in The Dark tidak hitam putih, semua tokohnya tidak sesederhana "dia penjahat, aku bukan", mereka punya kompleksitasnya masing - masing. Tiap naskah sedikit banyak menggambarkan pribadi masing - masing anggota. Ada yang polos, ada yang terang - terangan tidak suka, ada yang mendamba, ada yang berusaha logis. Yang jadi pertanyaannya, apa itu hanya topeng yang mereka kenakan untuk mendistraksi yang lain atau kepribadian mereka sesungguhnya.
...isi naskahmu tadi benar - benar menarik, ya. Kau ingin mengatakan bahwa kau tahu siapa penjahat sebenarnya. Tetapi ada kenyataan yang bertentangan dengan naskah yang sebelumnya. Sebenarnya, apa kenyataannya...? Kalau ada di dalam kegelapan seperti ini, rasanya susah sekali membedakan antara kebenaran dan tipu muslihat. Rasanya seperti dikacaukan.
Terjemahan Girls in the Dark sendiri enak dibaca dan lancar. Ada beberapa "branded things" bertebaran, tapi saya maklumi saja karena Itsumi adalah orang kaya dan sekolahnya memang sekolah elite (walau jadinya agak berlebihan). Akiyoshi-sensei juga menyelipkan beberapa nama penulis sastra ataupun judul buku sastra, dan membuat cerita jadi sedikit unik. Naskah - naskah anggota Klub Sastra menurut saya agak sopan, hanya punya Takaoka Shiyo yang terasa "gaul". Walau untuk kesopanannya, saya juga maklum karena ini Sekolah Putri Kristen dan pasti kesopanan jadi salah satu aspek sikap sehari - hari. Sayangnya, ada typo yang berulang, terutama di bagian naskah olah Diana Detcheva. Dimana awalnya dia bercerita menggunakan "saya" tapi di beberapa paragraf jadi "aku", kemudian jadi "saya" lagi. Ini lumayan mengecewakan, mengingat buku ini juga sudah dicetak berkali - kali bahkan ada edisi repackagenya :(.
Anyway, edisi repackage memuat cerpen tambahan berjudul "Hukuman Telak". Bagi saya, cerpen ini tidak terlalu istimewa, karena ceritanya sendiri sudah jamak ada di era sosmed seperti sekarang.
Oh ya, Girls in the Dark akan difilmkan dan akan tayang bulan April 2017 lho :D. Ini posternya:
Lalu ada trailernya juga:
Saran saya, jangan lihat trailer yang versi full, karena rada spoiler. Atmosfer filmnya terasa ceria, tapi memang ada beberapa bagian bikin merinding :/. Sayangnya, kalau dari poster, jumlah anggota klub Sastra dikurangi satu. Saya juga tidak tahu alasannya kenapa dan jadi penasaran, apa ada perubahan cerita yang cukup signifikan. Plus, khas Jepang banget ya, orang asing- dalam hal ini Diana Detcheva yang asli Bulgaria- diperankan juga sama orang Jepang *rolling eyes*
Entah teman - teman sudah pernah baca literature karya penulis Jepang (yang disingkat J-Lit) atau belum, atau teman - teman suka genre misteri, saya sangat merekomendasikan Girls in the Dark. Dan saya berharap, kalian juga akan misuh - misuh saat baca endingnya nanti XD.
Kalau kesialan seseorang itu adalah madu yang manis, rahasia seseorang itu adalah rempah - rempah berkualitas tinggi. Rahasia akan menjadikan kehidupan orang yang mengetahuinya menjadi harum dan memberikan rasa yang penuh akan cita rasa.
Story Rate
Rating untuk Girls in the Dark ini adalah:
Dan untuk sensualitasnya:
Ada adegan seksual, tapi tidak eksplisit. Hanya semacam "hint". Ada juga hint ke arah "yuri relationship" (atau lgbt), namun juga samar. Walau bagi saya ini juga wajar, mengingat latar belakangnya yang sekolah putri (mungkin yang suka baca manga dengan tema ini akan tahu XD)
Aku juga sama kesal abis bacanya. Awalnya aku kira si Itsumi itu... Eh terus emak yg baru selesai baca dan bilang sadis ceritanya, Itsumi itu... Nah loh aku baca ulang dan baru nyadar ceritanya seperti itu -_- ribet tapi keren, berlapis" twist
BalasHapusPingin baca yg horor-horor tapi takut enggak bisa tidur. Haha. Kayaknya kalo mau baca yg horor harus ditempat yg ramai, taman kota misalnya.
BalasHapusOne of the best novel I've ever read. Aku suka semua karya Akiyoshi Rikako sensei. Nggak sabar nunggu karya selanjutnya plus penasaran film live action :D btw, nice review kak... :)
BalasHapusAku suka banget sama buku ini, gak ngerti semua cerita dan intriknya bikin aku selalu pengen baca terus-terusan. Anyway. terimakasih reviewnya! Aku juga buat review buku ini ehe.
BalasHapustertarik sebenernya sama novel novel rika sensei. terutama ankoku joshi ini. covernya cantik cantik abisnya. tapi... ini bukan horror kan ya? misteri kan ya? trailernya bikin takut :"))
BalasHapusAku nunggu Kak Ren baca Holy Mother. Penasaran sama reviewnya :D
BalasHapusEmang kalau novelnya Akiyoshi Rikako endingnya gak ketebak XD
BalasHapusAku baru punya yang Scheduled Suicide Day. Keingin beli lagi XD
Hai
BalasHapusMe blogwalking here^^
Saya lagi cari2 review tentang novel karya akiyoshi rikako sebab teman saya bilang bagus. Akhirnya ketemu deh blog ini.
Bagus reviewnya, tanpa menyepoilerkan siapa pelakunya.
Btw saya balik lagi ke habit lama gara-gara liat film ankoku joshi, saya g tau kalo itu film diambil dari novel. Baca buku memang punya seni tersendiri.
BalasHapuslebih bagus mana sama novelnya Dan Brown?
BalasHapus