Pada tanggal 17
Mei 2015 ini, dunia literatur Indonesia merayakan apa yang dinamakan
Hari Buku Nasional :D. Oke, terus terang saya juga ngga ngeh, karena
hari yang eksis di pikiran saya adalah hari dengan warna merah di
kalender karena itu adalah hari dimana saya bisa tidur seharian :v.
Lalu, biasanya juga kalau Minggu saya juga ngga ngeblog (umm,
akhir-akhir ini saya emang makin jarang ngeblog sih :P). Tapi, khusus
hari ini, Divisi Event BBI menantang semua member BBI untuk memamerkan
koleksi bukunya!
Halah,
mamerin koleksi buku? Biasa banget. Kayak ga pernah pamer aja di
Instagram/Facebook/Twitter aja kalau ada buku baru #makjleb :v. TAPI,
mereka menantang buat memajang koleksi buku karya anak negeri. Buku
lokal, bukan terjemahan. Waaaaaks, mati deh saya -_-". Karena koleksi
saya tuh kebanyakan buku terjemahan atau buku impor. Ga nasionalis kah saya?
Kurang patriotik kah? (apa hubungannya? :v). Ngga juga, karena, saya
punya kok koleksi buku karya pengarang lokal, hihihi. Memang,
koleksi buku lokal saya tidak sebanyak buku terjemahan ataupun buku
impor, dan perbandingannya bisa aja 1:5 (ini ngarang aja saya :D), tapi yang penting kan saya punya :P.
Nah, di
bawah ini adalah foto - foto koleksi buku lokal saya, campur antara
fiksi dan nonfiksi. Saya bedakan antara yang sudah saya baca dan belum
saya baca, plus per genre dan per penerbit. Yep, I love to catalogue
everything :v.
Dua foto di atas adalah koleksi buku lokal yang sudah saya baca. Seperti yang bisa teman - teman lihat, saya ngefans sama Trinity sampai semua buku karya dia yang saya punya habis saya lahap. Sementara untuk creative writing dan draft menulis fiksi...ketahuan bener ya saya ada minat jadi penulis :)). Tapi yah, sampai sekarang mandek aja draft saya itu *hiks*. Untuk foto yang pertama, dua buku adalah request review, satu buku hadiah dari penerbit dan hanya satu judul saja yang saya beli dan baca karena tertarik sama covernya yaitu Runaway Ran. Ngga nyesel saya baca ini buku, terlepas dari betapa awamnya saya sama lini Metropop.
Dan, foto - foto dibawah ini adalah koleksi buku lokal yang belum sempat saya baca, alias masih menunggu manis di lemari:
Foto pertama adalah terbitan GPU, Elex dan juga karya indie, yang mana empat buku di bawah itu mesti saya baca dan review. Mana ada yang udah setahun saya anggurin pula :/ . Untuk foto kedua adalah karya fantasy dan juga hadiah dari penerbit, kenalan, atau yang saya beli sendiri karena saya suka buku pertamanya (Kedai 1002 Mimpi). Tentu saja, ada beberapa buku lokal yang sedang dipinjem temen saya, sudah saya lelang/dibuat giveaway atau saya taruh di rumah orangtua di Malang sehingga ngga nampak di foto - foto ini.
Jadi, menurut kalian, bisa ditebak ya selera saya dari foto - foto di atas? :P. Yep, saya bisa terlalu picky untuk buku yang saya baca, dan itu ngga cuma lokal, karena terjemahan dan buku impor pun saya selalu memilih dulu apakah sinopsisnya menarik, cover oke, dan yang terpenting, cocok sama gaya nulisnya. Saya menyukai Trinity karena gaya nulisnya yang nyablak dan apa adanya, walau isi bukunya mungkin sama saja dengan travelogue lain. Hal yang juga berlaku sama dengan Vabyo yang membuka mata saya akan kehidupan di Saudi Arabia yang jauh dari a world full of sunshine and rainbow #weiizzz. Saya akui saya jarang baca buku fiksi karya lokal dan juga jarang banget kasih bintang lima atau memuja - muja buku - buku itu karena ada sesuatu yang kurang bagi saya. Jadinya, kebanyakan saya baca buku lokal, kalau ngga yang sudah kenal gaya nulis pengarangnya, ya karena rekues x_x.
Itulah kenapa saya mana paham saat teman - teman BBI bahas bukunya Orizuka, Christian Simamora, atau fiksi lokal lainnya, karena saya memang belum tertarik. Pun, saya memang dasarnya males baca buku serius, makanya karya - karya pengarang seperti Dee, Tere Liye,Agustinus Wibowo, dll pun saya ngga terlalu berminat untuk baca (tapi saya baca lho karya Andrea Hirata, walau cuma sampai Maryamah Karpov yang bikin saya lumayan kecewa itu :( ). Ada juga karya pengarang lokal yang banyak dipuja pembaca seperti Ika Natassa yang sayangnya gaya nulis dia ngga konek sama saya, makanya saya juga ga lanjut baca bukunya yang lain, hehehe. Buku - buku dengan nuansa keagamaan entah kenapa saya juga males bacanya :v. Jadi jangan tanya apa saya sudah baca Ayat - Ayat Cinta atau 99 Cahaya di Langit Eropa. Jelas - jelas belum jawabannya.
Saya melihat kalau dunia penerbitan Indonesia sudah jauh lebih maju daripada 10 tahun yang lalu (halah, ngakuin umur :P). Saat ini di Gramedia ataupun toko buku lain, saya bisa melihat betapa beragamnya buku lokal yang ada di rak. Bahkan banyak penerbit - penerbit kecil atau menengah yang saya ngga pernah dengar. Sayangnya sih, kalau saya baca sinopsis bukunya, yang romance ya itu - itu aja temanya :|. Saya jadi inget, pernah nonton trailer film lokal di bioskop dan cuma bisa memutar mata saat menyadari betapa clichenya temanya. Cuma cinta segitiga dengan latar belakang wilayah Eropa. Heyuh. Plus, ternyata dibikin bukunya. Haisss. Di sisi lain, untuk genre fantasy atau thriller, pilihan juga cukup sedikit dan, ah...ini sih bisa jadi satu postingan sendiri kalau saya bahas tentang itu XD.
Saya sendiri pernah bermimpi, kapan ya di Indonesia ada sebuah bookfair yang mirip - mirip convention di Amrik seperti Comic Con, Dragon Con, Romantic Times Con, atau BEA. Ga tau yang saya maksud? Selain coba digoogle biar lebih tahu tentang acara - acara yang saya sebut itu, maksud saya adalah sebuah bookfair yang dimana pembaca dan penulis bisa saling berinteraksi dan ga cuma jadi ajang penerbit jualan buku. Pun juga bukan acara yang sangat serius sekali macam Ubud Festival Writer. Mungkin mirip - mirip dengan IRF, tapi dengan skala yang jauh lebih besar. Di book fair ini juga, semua penulis saling kumpul terlepas dari penerbitnya, dan bagi - bagi tanda tangan, bikin talkshow ataupun workshop. Tentunya dengan skala yang lebih besar. Terlalu besar kali ya impian saya? :P Tapi, tapi, saya yakin suatu saat event seperti ini akan terlaksana, hanya tinggal mematangkan konsep, mencari manpower dan yang penting...dananya, hehehe. Nanti jika sudah terlaksana dengan sukses, bisa dilaksanakan di kota - kota lain, sehingga ngga cuma terpusat di Jakarta aja :).
Yak, maju terus dunia literature Indonesia dan jangan sungkan - sungkan buat rekomendasi buku karya pengarang lokal ke saya ya :D.
Wah.. TNT-nya lengkap! :)
BalasHapusSelamat hari buku nasional, Ren.
Kurang yang anthology dan yang versi archipelago...tapi rada males baca keduanya, jadi g usah beli aja sekalian, hahaha
HapusIyaa, aku pun pengin banget ada acara semacam IRF dengan skala yang lebih besar lagi tapi gak terlalu serius kayak Ubud Writer Festival.
BalasHapusYah, walau aku pengin juga sih ke Ubud, penasaran pengin tahu seperti apa acaranya *heh
Acaranya super serius kayaknya, hahaha :))..plus itu kayaknya sangat segmented ya?
HapusPengennya ada acara buku dimana pengarang bisa interaksi sama pembacanya tanpa ada batasan genre atau penerbit sih
Mba, yang Street Green itu aku juga dapat. Dan belum direview juga. Dan udah berjamur juga. Hiks.
BalasHapusIh Raafi, nakal ya kamu :P (aku juga sik, plus kok pengarangnya ga nagih2 ya XD)
HapusSama, aku belum baca karya Orizuka, Christian Simamora, Andrea Hirata pun masih cuma sampai laskar pelangi tapi terlalu berat bacanya. Jadi langsung nonton filmnya hehhe...Tere Liye tertarik, uda pernah ketemu orangnya pas pelatihan menulis di Jogja. Tapi satupun aku belum baca. Cuma langsung nonton filmnya Hapalan Surat Delisa itu. Sebenernya aku pengen belajar cara mereka bercerita. Tapi..., entah. belum dapet pinjeman bukunya kali, ya.. hehehe...
BalasHapusBy theway, aku ikut berpartisipasi memeriahkan Hari Buku Nasional dengan menulis lima buku favorit versiku. Mungkin bisa jadi referensi bacaan kamu lainnya. hihihi...
Lima Judul Buku yang Membuatku Jatuh Cinta
Yeaay!