Judul: Fangirl
Pengarang : Rainbow Rowell
Penerjemah : Wisnu Wardhana.
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Spring
Jumlah halaman : 455 pages
Terbit :November 2014
Format : Paperback
Genre : Contemporer
Target Pembaca:Remaja
Web Pengarang: Click Here
Buy Links: Owl Bookstore, Bukabuku
Sinopsis :
Cath dan Wren—saudari kembarnya—adalah penggemar Simon Snow. Oke, seluruh dunia adalah penggemar Simon Snow, novel berseri tentang dunia penyihir itu. Namun, Cath bukan sekadar fan. Simon Snow adalah hidupnya!
Cath bahkan menulis fanfiksi tentang Simon Snow menggunakan nama pena Magicath di Internet, dan ia terkenal! Semua orang menanti-nantikan fanfiksi Cath.
Semuanya terasa indah bagi Cath, sampai ia menginjakkan kaki ke universitas. Tiba-tiba saja, Wren tidak mau tahu lagi tentang Simon Snow, bahkan tak ingin menjadi teman sekamarnya! Dicampakkan Wren, dunia Cath jadi jungkir balik. Sendirian, ia harus menghadapi teman sekamar eksentrik yang selalu membawa pacarnya ke kamar, teman sekelas yang mengusik hatinya, juga profesor Penulisan Fiksi yang menganggap fanfiksi adalah tanda akhir zaman.
Seolah dunianya belum cukup terguncang, Cath juga masih harus mengkhawatirkan kondisi psikis ayahnya yang labil. Sekarang, pertanyaan buat Cath adalah: mampukah ia menghadapi semua ini?
Review
Rainbow Rowell adalah satu dari nama pengarang yang suka seliweran di timeline maupun newsfeed Goodreads saya. Beberapa memuja Eleanor & Park, beberapa menyukai Fangirl ataupun karyanya yang lain. Saat tahu Penerbit Spring membuka tawaran untuk mereview Fangirl, saya tidak membuang banyak waktu dan langsung meng-email mereka. Syukurlah saya terpilih, walau dalam hati saya sedikit deg- degan. Karena saya itu anti mainstream, dan buku yang hypenya yang terlalu banyak biasanya malah bikin saya kurang bisa menikmati. Beberapa hari kemudian, buku ini pun datang, dan saya menelan ludah karena tebalnya. Belum lagi fontnya yang kurang bersahabat. Tapi, saya toh tetap baca.
Fangirl bukanlah buku yang akan bikin pembaca jatuh cinta sejak halaman pertama, tapi ini buku yang akan membuat mereka berpikir.
Cather Avery bukan heroine yang ingin kamu jadikan BFF..atau bahkan teman. Ini alasannya:
- Dia introvert.
- Dia asyik di dunianya sendiri.
- Dia enggan keluar dari zona nyamannya.
- Dia lebih suka menyapa penggemarnya di Fanfixx.net ketimbang menyapa Reagan, teman sekamarnya.
- Dia merasa saudari kembarnya, Wren sudah tidak seperti dulu lagi. Mereka terbiasa menulis fanfic bersama - sama dan sekarang saudarinya itu mendadak ingin menikmati kehidupan kampus.
- Dia merasa harus bertanggung jawab pada ayahnya yang menderita mental illness.
- Dia benci ibunya yang meninggalkannya saat dirinya masih belia.
- Dia mencintai Simon Snow. Oh, dia mencintai cowoknya, Levi lebih dari Simon Snow, tapi Simon Snow dan Baz adalah hidupnya.
- Dia menganggap fanfic adalah hidupnya. Dia tidak sanggup meninggalkan dunia fanfic dan menulis ceritanya sendiri saat professor Fiksinya memintanya untuk melepas apa yang selama ini dia tahu.
Kalian mungkin akan benci Cather. Benci dengan sikapnya. Tapi...saya tidak. Karena saya tahu bagaimana rasanya menjadi Cath. Bagaimana menjadi introvert dan selalu menolak untuk berkenalan dengan orang baru, kecuali saya sudah lama mengobrol dengan mereka. Orang extrovert membuat saya lelah. Dan saya juga asyik di dunia sendiri. Sama seperti Cather. Asyik menyapa teman di dunia maya, sama seperti Cather.
Tapi, bukankah kita juga sedikit banyak sama seperti Cath? Kita yang merasa diri kita introvert dan lebih banyak meluangkan waktu di dunia maya. Kita yang merasa menjadi diri sendiri di Internet, tapi kebingungan untuk bersikap di dunia nyata. Merasa tertekan. Merasa sesak dan depresi. Seolah dunia melawan kita dan kita bertarung melawan mereka. Ingin dimengerti tapi tidak ada yang mengerti. Merasakan banyak beban hidup dan kadang enggan berbagi.
Fangirl ditulis dari sudut pandang orang ketiga dan hebatnya, buku ini tetap mempunyai impact yang sama besarnya apabila ditulis dari POV pertama. Memang, alurnya sangat lambat dan bahkan beberapa pembaca mungkin akan mendapati buku ini membosankan. Kisah cintanya pun tidak langsung ada di bagian - bagian awal, dan mungkin jika kamu tidak sabar, kamu akan menyerah. Beberapa cukilan fanfic Simon Snow dan Baz juga menghiasi Fangirl. Kadang berhubungan, kadang terasa random. Tapi, saya selalu berpikir kalau Fangirl sejatinya adalah surat cinta dan juga sentilan dari Rainbow Rowell untuk penulis fanfic.
Rainbow Rowell menunjukkan bagaimana dunia fanfic yang sebenarnya. Dunia yang bagi saya adalah dunia yang asing, tapi di sisi lain juga merasa terhubung. Dunia yang terbentuk karena cinta dan rasa berbagi. Dunia yang juga penuh dilema dan argumentasi. Lewat Fangirl, Rainbow Rowell seakan "menyentil" penulis fanfic yang menerbitkan karya mereka untuk tujuan komersial. Kalau mereka juga sebenarnya bisa menulis cerita mereka sendiri tanpa harus mengambil dunia milik orang lain. Bahwa mereka juga bisa menulis dari nol. Bahkan jikapun mereka tidak bisa melakukannya, mereka bisa setidaknya mencoba. Because there's nothing new under the sun. Tema - tema yang jamak ada pun selalu diulang - ulang (termasuk juga tema dasar Fangirl), tapi tergantung bagaimana penulis mengeksekusinya bukan? Tidak masalah jika dunianya sedikit sama, Rowell seakan ingin berkata "membuat ceritamu sendiri, dari idemu sendiri, bisa jadi sangat menyenangkan."
Mari kita membahas tentang sisi romantis buku ini. Cather merasa dimanfaatkan rekannya, Nick di kelas Fiksi untuk mengerjakan tugas mereka berdua, dan saya tahu rasanya bagaimana dulu saya mengerjakan tugas untuk cowok yang saya taksir. Apalagi cowok itu adalah tipe cowok yang sangat tidak bertanggung jawab dengan tidak mengantar Cath pulang saat tengah malam. Di sisi lain, Cather beruntung punya Levi, yang tetap mencintainya terlepas dari sikap introvertnya yang kelewatan. Terlepas dari cinta Cath yang tidak masuk akal terhadap sesuatu yang mungkin bisa dianggap absurd. Levi yang dengan sukarela meminta Cath membacakan fanfic Simon dan Baz, supaya cowok itu bisa mengerti Cath dengan sepenuhnya. Bahkan saat Cath bersikap sulit, Levi tetap ada untuknya. We need more Levi in our life, agree? :)
Pada akhirnya...Fangirl tidak hanya tentang fanfic. Ini adalah tentang bagaimana berdamai dengan dirimu sendiri, dengan lingkungan sekitarmu, dan dengan orang - orang yang mempedulikanmu dan menyayangimu dengan cara mereka sendiri meski dirimu tidak mengetahuinya. Ini adalah bagaimana berusaha keluar dari zona nyamanmu, walau dengan susah payah, untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik.
Note
Beberapa catatan untuk versi terjemahan:
- Sebenarnya saya mau kasih buku ini lima bintang, mengingat saya cukup nyesek bacanya (karena hal - hal di atas). Sayang, terjemahannya terlalu literally, alias ngeplek versi bahasa Inggris. Nggak terlihat seperti pakai google translate sih, tapi jadinya kurang smooth, terutama mendekati akhir - akhir. Apa karena mengejar deadline? Salah seorang teman (yang juga orang penerbit) bilang kalau Fangirl harusnya diterjemahkan "sebebas mungkin". Saya sendiri berusaha memaklumi karena mungkin ini penerjemahnya masih baru.
- Typo juga ada walau lumayan sedikit dan menjelang akhir cerita. Padahal di awal - awal sudah bagus sekali dengan tidak adanya typo.
- Banyak kata - kata yang selama ini saya tahunya begini, eh ternyata begitu (contoh: piza dan sweter). Akhirnya jadi cek KBBI. Lumayan juga sih menambah kosakata baru, hanya saja rasanya cukup mengganggu jika harus selalu mengecek KBBI.
- Footnotenya saya acungin jempol. Tapi ada inkonsistensi, karena ada beberapa kata bahasa asing yang juga kurang familiar tidak diberikan kutipannya. Beberapa penerjemahan kata juga kurang konsisten.
- Saya tidak ngefans sama fontnya. Walau mungkin maksudnya supaya bisa kelihatan antara kisah Cather dan fanfic Simon Snownya, tapi ditambah dengan marginnya yang agak kecil membuat tulisannya jadi sedikit rapat. Plus, dengan jumlah halaman yang banyak, membuat agak lelah bacanya.
- Saya suka dengan sampulnya. Agak terasa childish jika dibandingkan dengan versi aslinya, tapi yang ini cukup manis :)
Overall, untuk terbitan terjemahan pertama dari Penerbit Spring, ini sudah cukup oke. Semoga beberapa hal yang mengganjal yang saya utarakan di atas, bisa diperbaiki di cetakan selanjutnya ya :)
Trivia
P2P sendiri juga sangat banyak di toko buku Indonesia. Yang paling kentara tentunya fanfic yang memakai real -person sebagai karakter utamanya, yaitu boyband Korea atau aktor/aktris Korea. Tentu saja cukup dipertanyakan juga kelegalan fanfic - fanfic yang bertebaran di toko buku ini, apalagi beberapa di antaranya dengan terang - terangan memakai wajah personil boyband.
Berikut ini artikel - artikel yang berisi opini tentang kelegalan fanfic yang dipublikasikan:
- Ambu Dian: Bisakah Fanfiksi Diterbitkan?
- Jomblo Ketjeh: Fanfiksi untuk Umum. Legal atau Ilegal
- Phoebe Yuu: Published Fanfic
- The Book Lantern: Why Published Fanfic Does Not Work
Story Rate
Dan untuk sensualitasnya:
Ada bahasan tentang seksualitas walau tidak eksplisit. Kesensualan cerita hanya berupa ciuman dan ada adegan seks tapi fade to black, alias silakan menebak - nebak sendiri ;D. Namun ada issue tentang drug, mental illnes dan juga kehidupan gaya bebas ala budaya Amerika Serikat yang membutuhkan pemikiran lebih dalam.
Hmm... antara pengin baca buku ini dan juga ragu-ragu. Kapan hari cuma kasih Eleanor & Park 1 bintang sih :v (2 sih sebenarnya. 1 bintang gara2 terjemahannya).
BalasHapusbanyak yang bilang kalau si Cath ini kurang likeable, tapi malah jadi penasaran pengin baca. Kayaknya ketimbang menyebalkan, si Cath ini lebih ke arah socially awkward, yang sebenarnya bisa saya pahami. Secara saya juga gitu sih. Susah kalau mau terbuka sama orang lain.
Sedikit soal trivianya: saya juga bingung bagaimana novel fanfic bisa dijual di toko buku :s. Tokoh yang dipakai itu kan ada hukum hak ciptanya. yah, semoga memang sudah ada izin penggunaannya -_-
Iya, Cather itu aslinya socially awkward aja. Dan ingat, dia masih awal - awal kuliah plus dia semacam hikkikomori kan kalau istilah jepangnya. Pembaca yang sifat dasarnya extrovert akan susah simpati sama dia, tapi yang Introvert sedikit banyak ngerti.
HapusGa ada lah izin penggunaan fanfic kalau yang di tokbuk. Kalau ada ga mungkin terbit, wakakak.
Aku kok... jadi kepengen batja bukunya ya :))
BalasHapusSinopsisnya tidak terlalu menarik, sampul terjemahan, terutama gambar ceweknya, entah kenapa aku pernah melihatnya di suatu tempat tapi aku lupa di mana aku melihatnya :))
Apakah "sentilan" ini meresap buat penulis fanfic yang adaptasi filmnya rilis bulan Februari ntar ya? *ini bukan offensive tapi lebih ke penasaran* xD
Baca aja Jun.. ini lumayan bikin mikir sih, walau emang lambat alurnya :) (dan tokohnya pun ga likeable)
HapusKalau buat pengarang yang itu sih... hahaha, beda kelas, beda kelas :)). Lah pengarang yang jadi "inspirasi" dia itu diem aja kok
Aku tidak masalah dengan alur lambat, lha wong novel klasik yang seringnya alurnya lambat bengot saja dilibas :))
HapusIya, hahah. Kira-kira kenapa ya pengarang yang jadi "inspirasi" diam saja? Saking sabarnya kali ya ._.
Beberapa orang banyak yang memperhatikan jenis font-nya, aku juga begitu, sayang banget kenapa harus pakai Calibri ya u,u
BalasHapusMengenai fanfiksi itu, kadang ada beberapa orang yang mengatakan bahwa nggak boleh banget memakai karakter nama orang lain, syukur kalau dibolehin, lah kalau nggak? :D
Fangirl by Rainbow Rowell
Kalau dibandingin dengan Eleanor and Park, aku lebih suka Fangirl ini. Karena..kayakya bener deh, orang introvert bakal lebih ngerti, dan ceritanya juga bagus, bikin nyesek. Tapi, yang disayangin adalah...kok aku gak bisa ngerti sama fanfic yg dibuat Cath ya?
BalasHapusUntuk P2P, setuju, soalnya aku punya kenalan yang fanficnya diterima penerbit tapi sebelumnya nama-namanya diganti._.
Aku tipe intovert jg sih, jadi merasa perlu baca novel ini. Dan, katanya, katanya karena aku sendiri belum baca, novel ini punya dua sisi cerita, sisi fanfic dan sisi Cath. Ini sepertinya nambah daya tarik.
BalasHapusbiasanya, introvert yg dah kelewatan biasanya banyak gak disukai orang (kehidupan nyata), tapi bukan berarti tak mampu unggul di dunia maya, misalnya.. :') saya sih bangga jadi introvert.. tapi kalo aku dibandingkan sama Cather, gak tau deh kadar introvert siapa yg lebih tinggi..
BalasHapusOh wow, setuju banget soal terjemahan buku ini, rasanya banyak yang bisa di-improve dari terjemahan yang udah ada :') untungnya, gak sampe menghancurkan reading experience-nya. Semoga penerbitnya baca review ini.
BalasHapus