Selasa, 04 Februari 2014

Opini : Wahai Pengarang, Kalian (Tidak) Wajib Membaca Review Kami

 Di hari Minggu kemaren saya seperti biasa melihat lini masa Twitter saya yang dipenuhi dengan banyak hal - hal seputar dunia perbukuan. Lalu, ada satu tweet yang menarik perhatian saya, yaitu ini :




Saya sudah lama mem-follow @parajunkee, karena saya suka dengan sikapnya yang blak - blakan, terutama menyangkut "blogging 101". Penasaran dengan tweet dia, saya lalu meng-klik tautan tersebut (bisa diklik disini) . Dan saya lumayan terkejut melihat artikel itu. Sang blogger yang bersangkutan menanyakan , kenapa pengarang yang meminta dia untuk mereview buku karya pengarang itu tidak mau meluangkan waktunya untuk menge-vote reviewnya di Amazon. Karena dari vote itu, ranking Amazon dia akan naik. Si blogger lalu membuat semacam "list" yang harus dilakukan oleh pengarang atas "reviewnya yang jujur" dengan mem-follow dia di banyak social media menge-share reviewnya. Mulai dari Amazon, FB, Twitter, Stumble Upon, Goodreads, Pinterest dll.  Semuanya, menurut si blogger, bisa dikerjakan dalam waktu sepuluh menit!

Saya cuma bisa menggeleng- gelengkan kepala.  Saya tidak suka dengan pernyataannya, dimana pengarang itu seolah "wajib" membaca review dari pembaca, terutama pembaca yang dia minta untuk membaca bukunya. Sang blogger melakukan hal itu karena memang dia mempromosikan buku sang pengarang, tapi apa bijak untuk meminta pengarang melakukan semua yang dia mau? Apalagi pernyataan si blogger juga mengesankan bahwa dia mewakili apa yang dirasakan banyak reviewer. Wew, saya sih ngga merasa seperti yang dia rasakan.

Saya sering melihat teman - teman blogger (dan juga saya sendiri) nge-tweet link review dan me-mention pengarang atau penerbit. Dengan harapan review kita dibaca oleh yang bersangkutan. Tapi, apa lantas harus marah - marah dan ngamuk - ngamuk kalau review kita diabaikan? Jangankan dikomentari, di-ReTweet saja tidak! Saya jujur berprinsip "Dibaca ya terimakasih. Ngga dibaca, juga ngga apa - apa. Syukur - syukur di-ReTweet, ngga juga boleh - boleh aja."  Saya malah kadang merasa "awkward" kalau ada penulis yang komen review saya di blog atau bahkan nge-vote review yang di Goodreads. Merasa bingung harus gimana menyikapinya, jadi terkadang saya diam saja, walau aslinya terasa ada kupu - kupu di perut. Hehehe, yah memang seperti itu rasanya :).

Dan tweet ini, menggambarkan apa yang saya rasa :


Wahai pengarang, kalian sama sekali tidak wajib membaca review kami. Saya pribadi lebih suka kalau kalian menghabiskan waktu dengan menulis buku - buku yang baru, menyenangkan hati para fans. Saya mereview bukan untuk kalian baca, ataupun kalian vote, atau kalian share di sosmed manapun, walau kalau kalian melakukannya saya juga akan sangat berterimakasih. Saya mereview karena ingin berbagi perasaan saya terhadap buku kalian seusai saya baca. Ya, bagi saya mereview adalah ungkapan perasaan, baik itu positif maupun negatif. Karenanya, kalian tidak perlu merasa harus membaca review kami, jika memang tidak ada waktu untuk itu. Kembalilah ke naskah kalian dan buat buku yang nantinya akan saya sukai. Itu lebih baik.

Bagi saya, review adalah untuk pembaca, dan akan selalu untuk pembaca.

Note : Saya sadar ini topik yang lumayan sensitif. Silakan jika ada komen, saran dan kritik, semuanya akan saya baca dengan senang hati :)

27 komentar:

  1. Iya, Ren. Aku juga ngerasa sama kayak kamu. Malah suka awkward kalo penulisnya komen.
    Lebih awkward lagi kalo penulisnya jadi follow dan sering mention2an. Untuk penulis yg jadi "akrab" gitu, aku cenderung menghindari review bukunya. Ato kalo pun kureview, kukirim secara pribadi aja. X)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau sama aku awkward gak wi? :""">

      Hapus
    2. Widiiiih, Orin langsung tembak aja :))

      Aku juga sama bu dokter, dulu ada pengarang yang deket sama aku dan nawarin bukunya buat aku review. Maunya sih kasih 3, tapi dengan alasan pertemanan jadi 4 bintang #halah

      Hapus
  2. Setuju Ren... jauh lebih penting si penulis tetap membuat karyanya yang terbaik.
    Dapat ucapan terima kasih udah di-review sama penulisnya itu udah bikin happy :)

    BalasHapus
  3. baruuu aja kemarin aku bikin review yg utk pertama kalinya dikomenin sm sang penulis,, dan ternyata bener malah jadi ngerasa serba salah -,- ternyata secara pribadi, aku malah lebih senang penulis cukup membaca review saja, tanpa perlu komen :D

    BalasHapus
  4. sama mbak, saya juga nulis review karena saya suka. karena saya ingin share luapan perasaan saya selepas membaca buku itu, entah positif, entah negatif. dan mau dibaca orang lain, terutama penulisnya, atau ngga, itu ga ngaruh. asal udah menulis review, hatiku jadi legaaaa bukan kepalang, rasanya plooong dan lebih 'lengket' di kepala bacaannya jadinya. bikin happy gituuuu

    BalasHapus
  5. "Saya mereview karena ingin berbagi perasaan saya terhadap buku kalian seusai saya baca."
    Setuju mbak! ^^
    *bisanya cuman bilang setuju doang*

    BalasHapus
  6. aku kadang ngetweet link review sambil colekin pengarangnya. tujuannya yaaa kalo mereka ada waktu biar mereka bisa baca. mungkin review saran serta kritik dari reviewer abal-abal macam saya ini bisa menjadi bahan pertimbangan biar mereka "nggak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya". hahaha~
    reviewku kadang juga dikomentarin sama penulisnya langsung. rasanyaaaa sebenarnya agak gimana gitu. jadi aneh aneh gimanaaaa gitu. jadi takut takut gimanaaaa gitu. hahaha~

    BalasHapus
  7. Setuju banget kalo itu sih sebenernya suka-suka penulis aja. Aku sendiri (kalau suatu hari nanti nulis buku) lebih suka baca pendapat orang diam-diam, dan ga perlu nge-boost review dia, atau menanggapi.

    Emang rasanya seneng sih, kalau review dibaca sama penulis. Tapi ya, beberapa artist (dalam artian luas ya) ga suka baca review bukan apa-apa. Coba bayangin aja kalo J.K.Rowling baca review semua orang atau Steven Moffat baca semua kritik orang. Bukannya makin kreatif, malah bisa jadi bingung kan? Mereka bisa jadi malah baru tau pendapat orang dari tangan kedua atau ketiga. :D

    I blog just for fun (lagian kebanyakan buku yang ku-revew pengarangnya sudah tiada :p)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Moffat sih lebih memilih baca fanfic kayaknya, hihihi.

      Beneeer, blogging itu dibuat seneng aja, ketimbang jadi stress sendiri mikirin review dibaca atau divote ma pengarangnya :)

      Hapus
  8. sama Ren, kemaren pun review Life Traveler ngga mention Windy Ariestanty, tau2 dia bilang tengkiu di twitter. Yah aku happy saja. Aku sih review juga lebih untuk pembaca. Lebih senang kalau ada pembaca yg baca dan merasa tertarik baca buku itu krn reviewku, entah itu review bagus atau sebaliknya. Kalau dari penulis, aku lebih suka yang tanya pendapat secara pribadi.

    BalasHapus
  9. Hahaha. Sama ya, aku juga kadang jadi deg-degan sendiri kalo ada penulis yang membaca review-ku. Aku jg termasuk jarang me-mention si penulis bila bukunya saya review. Yah, kecuali kalau penulisnya temen sendiri. :p

    BalasHapus
  10. itu mbak-nya bikin review komersial sih, jadi bete pas penulis yang dipromosikan (tanpa diminta) malah ga mendukung dia.
    obsesif sama stats? deuh. susah deh kalo brand oriented.

    padahal mah kan blogger buku luar udah jauh lebih enak ya. ARC tersebar di mana2, dapet buku gratis lebih banyak caranya. ya ebook ya paperback. apply-nya juga gampang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ziy.. kesannya kayak mau lebih dan ingin popularitas. Dan dari dia juga sepertinya menganggap itu hal yang "wajar"

      Hapus
  11. Setujuuuuu,.. :). Hanya membagi perasaan dan opini saat membaca buku si pengarang. Gak ingin divote dan gak wajib dibaca. Dibaca/gak dibaca mah review dan baca buku tetep jalan teruuuuus. *semangat!*

    BalasHapus
  12. Waduh, jadi si penulis harus nge-vote, nge-RT di twitter, di sebarin lewat sosial media, dsb? Kasian juga ya jadi penulis. Apalagi kalo buku yg di-review itu versi ARC. Udah ngasihnya gratis, eh malah dibebani. Apalagi kalo yg ngereview bukunya banyak, masa dia harus balesin semua satu-satu?
    Kalo kayak si Bookie-Monster itu jatohnya malah 'pamrih' kataku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Tirta. Banyak juga yang tidak suka dengan caranya. Apalagi dia itu calon pengarang juga lho. Gimana coba kalau sama reviewer yang ngereview bukunya dia udah digitukan. IMO, bad promotion juga buat dia

      Hapus
  13. Mbak Ren keberatan gak aku meretelin cerita tempo lalu? Kan peretelanku panjang beud....

    BalasHapus
  14. "Just write the books I enjoy reading" lucunya twit itu di RT sama akun @parajunkee itu ya mbak ren :o

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan emang ambilnya dari temlennya si Parajunkee, Dan :)

      Hapus
  15. Postinganmu keren-keren dan bermanfaat sangat. Sebagai penulis pemula, kadang bingung juga dgn hal ini, apakah sebaiknya saya komen atau enggak, ngetwit atau enggak. *padahal blm ada yg ngereview bukuku :D
    Dan aku jika mereview juga nggak berharap dikomen penulisnya. Bahkan aku nggak mention mereka juga :)

    BalasHapus
  16. Saya ngereview karena suka, ga pengen ada hak dan kewajiban dalam ngereview buku. Kalo kaya pendapat bookie monster kan itu malah bisa jadi beban. Dan ga semua buku yg kita review kan bagus menurut kita

    BalasHapus
  17. Kalo di luar negeri, blogger buku udah jadi bisnis sih, dan mereka dapet duit juga dari sana kan. Organize blog tour aja dapet duit. Ikutan blog tour yang di-organize sama blogger lain aja bisa dapet hadiah segambreng kalo menang undian rafflecopter. Beda sama di sini, paling pengarang atau penerbit cuma kasih gratisan 1 buku lagi selain buku yang dipromosiin. Mungkin yang minta di-like atau vote itu karena pengaruh ke duit yang mereka dapet, ibaratnya "Lo pengarang ga bayar gue atas review gue, at least lo bantu gue dapet duit dari tempat lain dong".

    Aku setuju soal pengarang ngga harus baca review blogger, kalo aku pribadi karena tujuanku adalah buat pembaca lain supaya ada gambaran soal buku itu. Dan aku emang ga blak2an banget dalam mereview karena fokusku ya ke calon pembaca itu. Aku ga mau reviewku yang misalnya negatif sampe memengaruhi calon pembaca yang mungkin akan suka buku itu sampai kehilangan minat beli dan baca buku itu. Ibaratnya, setiap buku punya pembacanya sendiri, jangan sampai aku jadi batu sandungan buat satu buku ketemu pembacanya. Tapi kalo emang ada aspek yang kunilai kurang, misalnya typo atau logika cerita, aku akan tulis untuk bantu calon pembaca antisipasi.

    Naaah soal penulis lalu ngelike atau malah jadi ngobrol sama aku sebagai reviewer, untuk ini aku agak beda karena biasanya aku yang hubungin penulis duluan. Kalo aku suka bukunya, aku akan bilang dan mungkin nawarin bantu promosi dengan uangku sendiri karena aku semangat banget nyebarin kabar tentang buku yang bagus (menurutku). Sebaliknya, kalo ada sesuatu yang ganjal atau aku kurang suka, aku juga hubungin dia langsung buat nanya atau ngobrol. Aku tipe orang yang kalo aku ga suka sesuatu, aku harus cari tau kenapa dia bisa sampe nulis begitu. Kepo emang. haha. Tapi penulis malah ga keberatan, malah ada yang sampe bilang "Gue suka review lo, nanti kalo buku gue terbit, lo ga usah beli. Gue kasih." setelah aku ngritik dia. Hahaha. Berteman sama pengarang nggak bikin kita wajib suka sama bukunya kok.

    BalasHapus
  18. Aku seduja banget sama pendapat tersebut. Kita membaca dan mereview memang terkadang ndak mesti kok penulis mesti baca review kita. Yaa, syukur kalau pas kita share, kita mention dibaca. Ndak dibaca pun, ndak apa2, yang penting kita sudah memberikan pendapat kita mengenai buku yang kita baca tsb. Itu sudah ada kepuasan tersendiri bukan untuk kita sebagai pembaca dan mereview buku tsb.

    Ini yang dari kemarin jadi pertanyaanku, dan sudah dijawab sama mba Ren. nanti kalau aku mau nanya, kuhubungi lagi yaa, mba..

    BalasHapus
  19. permisi2 Mba Ren, anak baru mau nimbrung komen ^^

    Iya, kejadian2 belakangan ini bikin banyak introspeksi diri apakah review2 buku yang saya buat di blog (terutama u/ buku yg gak memuaskan) memang ditujukan u/ sesama pembaca dan bermaksud memberi kritik membangun bagi penulis & penerbit, atau... kadang2 nyelip kebencian pribadi. Ternyata emang masih banyak baper2nya sih ^^;

    Tapi saya mikir lagi, dan akhirnya saya berkesimpulan bahwa, mau bukunya jelek atau bagus, mau bukunya dikirimin penulis atau minjem atau beli, sebagai reviewer, dan sebagai manusia beradab kita punya tanggung jawab moral untuk menyampaikan pendapat kita dengan cara sebaik yang kita bisa. Secara manusia itu berbeda2 standar sopan/kurang ajarnya, minimal kita menggunakan kata2 yang kalau dibalikin ke kita sendiri nantinya, rasanya gak bikin dendam kesumat, deh.

    Soal bagaimana kita bersikap kalau ada penulis yang gak terima atau nyolot, ya saya rasa itu kembali pada niat awal kita sebagai reviewer. Kalau emang niatnya pure buat ngasi review ke sesama pembaca biar gak kecele udah keluar duit/udah buang waktu dapetnya novel wakwaw, ya mendingan komen2 nyolot dan keluhan penulis atas review kita gak usah diambil hati (dengan catatan kita ngereviewnya udah sopan, ya), apalagi dibales dengan sama nyolotnya. Kita dan penulis sama2 manusia yg gak luput dari kesalahan, kan? Kita aja kadang masih suka nyelip review2 personal di buku, kenapa mereka gak boleh rada sensi kalau karyanya ternyata gak mendapat sambutan baik?

    Selama masih bisa jalan damai, disenyumin aja kali, ya. Terus besok baca buku lainnya dan review lagi. Konsen aja ke diri sendiri biar gak keluar dari tata krama yang ada. Mencoba be the best version of ourselves aja dulu. ^^

    Sekian dan semoga gak menyinggung siapa2. CMIIW ya ^^. Makasih mba Ren. Nice post ^^

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komen di Ren's Little Corner. Silakan untuk setuju/tidak setuju dengan review/opini saya tapi mohon disampaikan dengan sopan ya :)

Saya berhak menghapus komentar yang tidak nyambung dengan isi blog atau spamming (jangan sertakan link blog kamu/ link apapun di kolom komentar, kecuali untuk giveaway).

Komen untuk postingan yang berusia lebih dari 1 bulan otomatis akan dimoderasi.

Terimakasih sudah mau berkunjung! :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...